Di Jepang, pemandangan yang lumrah terlihat adalah bagaimana seseorang membungkuk pada orang lain. Budaya membungkuk di Jepang atau yang disebut dengan ojigi adalah bagian dari tradisi orang Jepang yang menunjukkan rasa hormat dan kesopanan. Salah satu ojigi yang menunjukkan penyesalan, rasa terima kasih, dan rasa hormat yang mendalam adalah dogeza.
Gaya membungkuk yang satu ini sudah ada sejak zaman dahulu dan masih digunakan hingga sekarang ini. Jepang mengenal beberapa gaya membungkuk yang masing-masing gaya memiliki posisi yang berbeda dan tergantung tingkat kesopanannya dan objeknya. Berikut ini adalah informasi yang menarik untuk diketahui soal dogeza dan budaya membungkuk di Jepang.
Daftar Isi
Ojigi, Budaya Membungkuk di Jepang
Jenis-Jenis Ojigi Selain Dogeza
Apa Itu Dogeza?
Dalam tradisi Jepang, dogeza merupakan salah satu cara untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang lain. Secara harfiah, berarti duduk di tanah namun tidak hanya sekedar duduk. Cara melakukannya yaitu dengan berlutut di lantai dan membungkukkan badan sepenuhnya.
Kemudian, kedua telapak tangan diletakkan secara mendatar di lantai dan punggung ditekuk sehingga kepala menyentuh tanah. Menurut kepercayaan orang Jepang, ini adalah cara untuk mengungkapkan permintaan maaf yang mendalam dan juga tulus. Tradisi membungkuk yang satu ini sering diberikan pada seseorang yang memiliki status yang lebih tinggi.
Bagi orang Jepang, melakukan gaya membungkuk hingga ke tanah berarti kesiapan untuk merendahkan diri demi orang lain. Beberapa orang Jepang juga percaya jika melakukan tradisi membungkuk yang satu ini berarti seseorang tersebut berada diposisi yang memalukan dan menunjukkan rasa hormat pada orang lain yang kedudukannya lebih tinggi.
Misalnya, tradisi membungkuk ini dilakukan oleh seseorang yang melakukan kejahatan dan harus mencari pengampunan. Maka seseorang tersebut akan melakukan dogeza yang berarti tidak hanya meminta pengampunan tetapi juga permohonan ampun. Pada masa silam, tradisi membungkuk yang satu ini biasa dilakukan petani yang ingin meminta pinjaman pada tuan tanah.
Sisi positifnya, seseorang yang menerima tradisi membungkuk tersebut hampir selalu cenderung untuk memaafkan karena mereka menerima permintaan maaf yang formal dan tulus. Di kehidupan sehari-hari orang Jepang, melakukan tradisi membungkuk yang satu ini adalah hal yang tidak biasa. Namun, pada sastra, manga, dan anime, tradisi ini begitu umum untuk dilakukan.
Artikel Pilihan
Dogeza dalam Sejarah Jepang
Pada zaman Jepang awal, dogeza umum dilakukan, namun penggunaan dan fungsinya bertentangan jika dibandingkan dengan masa sekarang. Menurut sejarah yang dicatat oleh pedagang kuno yang datang ke Jepang, mereka menganggap jika kebiasaan tersebut agak tidak biasa dilakukan. Mereka lebih sering melihat orang biasa membungkuk ke tanah ketika rombongan bangsawan melewati mereka di jalan.
Selain membungkuk ke tanah, mereka juga menggenggam tangannya untuk mendoakan bangsawan. Ini adalah tradisi yang umum dilakukan pada masa itu dan sebagai cara untuk menunjukkan rasa hormat kepada para bangsawan di Jepang. Namun, lambat laun tradisi membungkuk yang satu ini kehilangan perannya dalam kehidupan sehari-hari orang Jepang.
Sekarang, gaya membungkuk ke tanah hanya dilakukan ketika masa kritis maupun intens. Namun, tradisi membungkuk yang satu ini juga dilakukan sebagai bentuk syukur di samping permintaan maaf. Misalnya, ketika seseorang ingin mengungkapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada orang lain. Mereka akan membungkukkan badan ke tanah namun kepalanya tidak menyentuh lantai.
Ojigi, Budaya Membungkuk di Jepang
Dogeza termasuk dalam tradisi membungkuk di Jepang yang sudah dilakukan antara tahun 500 – 800. Budaya membungkuk di Jepang pada awalnya berasal dari Tiongkok dan sesuai dengan ajaran agama Budha. Pada masa dahulu, budaya membungkuk dilakukan untuk menunjukkan status seseorang.
Misalnya, yaitu memberi salam pada seseorang yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Dengan begitu, seseorang tersebut harus membungkuk untuk memberi tanda jika seseorang tersebut menghormati orang lain. Hal ini biasa terlihat di film atau drama yang biasanya mengusung tema sejarah.
Misalnya, yaitu ketika masyarakat biasa berhadapan dengan kaisar, raja, ratu, atau orang yang berkuasa lainnya. Pada masa modern seperti sekarang, budaya membungkuk di Jepang atau ojigi masih dilakukan. Ojigi digunakan untuk banyak hal, mulai dari berterima kasih, menghormati orang lain, memohon sesuatu, meminta maaf, maupun memberi selamat.
Seluruh orang Jepang, baik anak-anak maupun orang dewasa harus mengetahui bagaimana cara melakukan ojigi yang benar. Hal tersebut karena ojigi dilakukan di kehidupan sehari-hari di Jepang dan agar bisa diterima di masyarakat. Pasalnya, membungkuk merupakan salah satu bentuk paling umum yang menunjukkan etiket yang tepat bagi orang Jepang.
Jenis-Jenis Ojigi Selain Dogeza
Ojigi pada dasarnya memiliki dua posisi dasar, yaitu dilakukan ketika duduk dan berdiri. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu posisi kaki, punggung, pinggul, dan juga kepala. Pasalnya, dalam melakukan ojigi seluruh aspeknya harus benar karena menunjukkan etiket. Berikut ini adalah jenis-jenis ojigi yang ada di Jepang.
1. Eshaku
Ini adalah jenis ojigi dengan membungkuk membentuk sudut 15 derajat. Eshaku (会釈) biasanya digunakan untuk memberikan salam pada orang yang sudah dikenal sebelumnya. Jenis ojigi yang satu ini juga dapat dilakukan pada orang yang sebelumnya sudah diketahui meskipun belum kenal. Tujuan dilakukan eshaku yaitu untuk menyapa dan juga memberi ucapan salam.
2. Keirei
Gaya membungkuk yang satu ini sudut kemiringannya adalah 30 derajat. Keirei (敬礼) adalah jenis ojigi paling resmi dan digunakan untuk menyapa pelanggan, berterima kasih pada seseorang, atau berkenalan dengan orang baru. Jenis ojigi yang satu ini juga bisa digunakan ketika menyapa atasan atau menyapa seseorang yang posisinya lebih tinggi atau umurnya lebih tua.
3. Seikerei
Jika ingin memperlihatkan rasa hormat pada seseorang yang kedudukannya sangat tinggi, seperti Kaisar Jepang, bisa menggunakan seikeirei (最敬礼). Seikerei juga bisa dilakukan ketika seseorang tersebut merasa amat bersalah. Tujuan gaya membungkuk yang satu ini yaitu untuk memperlihatkan ketulusan dari suatu penyesalan yang dirasakan dan biasanya dibarengi ketika meminta maaf.
Selain itu, seikerei juga bertujuan untuk memperlihatkan rasa hormat yang memiliki derajat lebih tinggi, contohnya kepada Kaisar Jepang. Cara melakukan seikerei yaitu dengan membungkukkan tubuh dengan kemiringan 45 derajat dengan menurunkan kepala. Lalu, tahan posisi tersebut selama kurang lebih 3 detik.
4. Zarei
Jenis ojigi yang satu ini dilakukan sambil duduk dan berlutut diiringi dengan menundukkan kepala namun tidak menyentuh tanah. Biasanya zarei (座礼) digunakan ketika acara keagamaan, beladiri, maupun sebelum melakukan tradisi Jepang.
Misalnya, yaitu seperti ikebana, kendo, upacara minum teh (sadou), dan lain-lain. Zarei juga bisa dilakukan ketika ingin meminta maaf dengan sangat mendalam karena melakukan hal yang begitu buruk.
Jepang memiliki budaya membungkuk yang sudah digunakan beberapa ratus abad yang lalu dan masih diaplikasikan hingga kini. Salah satu gaya membungkuk yang dilakukan seseorang untuk menyatakan rasa hormat, penyesalan, dan juga permintaan maaf mendalam adalah dogeza. Namun, ada pula jenis-jenis ojigi lainnya yang masing-masing memiliki cara dan fungsi tersendiri.
Baca juga: Tips Interview: Etika yang Salah Saat Wawancara Kerja di Jepang! Hati-Hati ya!