Berbagai Jenis Komponen Meriah Perayaan Matsuri bagi Masyarakat Jepang

WeXpats
2021/02/08

Bisa dibilang Jepang tidak pernah sepi event. Selalu saja ada acara dan perayaan setiap tahun dan setiap musimnya. Matsuri merupakan tradisi yang paling sakral dan terbesar di antara acara-acara lainnya. Pada saat penyelenggaraan, orang-orang Jepang tidak hanya bersuka cita dan membuat keramaian. 

Di balik itu semua mereka melakukan ritual, persembahan kepada dewa dan dewi, sekaligus melayangkan doa dan harapan. Tujuan diadakannya matsuri adalah untuk menyenangkan dewa dan dewi, serta memastikan kehidupan manusia di masa depan akan diberkati rejeki, kemakmuran, dan kebahagiaan. Secara filosofis, akan dibahas pada bagian selanjutnya di bawah ini. Namun, satu hal yang menarik dari acara tersebut yakni mampu menarik minat wisatawan asing. Dengan demikian, ritual keagamaan bukan sekedar acara religi pemeluknya, melainkan menjadi salah satu daya tarik wisata pada Jepang.

Daftar Isi

  1. Sejarah Matsuri
  2. Makna Kegiatan Bagi Orang Jepang
  3. Hal-Hal Simbolis
  4. Pelengkap Matsuri

Sejarah Matsuri

Jepang merupakan negara yang memiliki perpaduan kehidupan modern dan tradisional dalam satu waktu bersamaan. Kehidupan modern terlihat dari kemajuan teknologi yang berkembang sehingga mempengaruhi gaya hidup masyarakatnya. Di sisi lain, orang-orangnya pun masih mempertahankan ritual melalui penyelenggaraan matsuri yang telah ada sejak zaman kuno.

Kata “matsuri” dalam bahasa Jepang sering diartikan ke dalam bahasa Inggris sebagai “festival”. Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka artinya “pesta rakyat” atau “pekan gembira masyarakat dalam rangka memperingati peristiwa bersejarah”. Berdasarkan tata bahasa Jepang, kata tersebut termasuk dalam kata benda. Sedangkan kata kerjanya adalah “matsuri” yang berarti “berdoa”, “sembahyang”, atau “memuja”.

Apabila kegiatan ini dilihat dari sudut pandang aktivitas religi, maka berbeda dengan acara festival. Ada penentuan hari khusus untuk upacara dan menyucikan diri sekaligus memberikan sesembahan kepada Tuhan (dalam kepercayaan Shinto adalah dewa dan dewi). Sejak pertama kali diselenggarakan, tujuannya adalah untuk mengundang para dewa-dewi dan menunjukkan pengabdian penuh sebagai hambanya.

Adapun acara yang diselenggarakan setiap musim memiliki tujuan yang sama, bukan sekedar perayaan memasuki musim baru. Orang-orang dulu menjadikan momen ini sebagai penghormatan kepada nenek moyang. Adapun pertunjukan tarian, festival makanan, pameran, serta acara lainnya adalah pengembangan dari kebudayaan masa ke masa. Namun jika diperhatikan secara seksama kegiatan di kuil tetap kental dengan nilai-nilai religius.

Makna Kegiatan Bagi Orang Jepang

Pada hakikatnya, matsuri adalah kegiatan mengundang dewa dan dewi agar dapat hadir dan “duduk” bersama manusia di bumi. Saat dewa dan dewi dipercaya telah datang, di situlah manusia melayani mereka dengan memberikan sesembahan dan melantunkan puji-pujian serta doa. Harapannya, setelah acara berakhir ada petunjuk dan berkah yang diberikan kepada orang-orang di sana.

Satu hal yang perlu diingat, ini merupakan kegiatan keagamaan, bukan bentuk agama atau kepercayaan. Kegiatan tersebut menjadi media orang-orang terdahulu dalam menyampaikan nilai-nilai religi dan moral kepada anak dan cucu mereka. Oleh sebab itu, dalam setiap acara selalu berkaitan dengan kuil dan menghadirkan pendeta (dalam kepercayaan Shinto).

Pada umumnya, acara ini dilakukan semalaman. Acara dimulai pada malam hari dan berakhir di pagi hari esok harinya. Adapun keramaian atau perayaan lainnya yang berlangsung lebih dari sehari merupakan bentuk sukacita orang-orang Jepang. Saat itu mereka merasa sangat dekat dengan para dewa dan dewi yang sedang turun dari langit. Bagi sebagian orang, tak ada cara lain untuk bisa sedekat itu selain lewat matsuri.

Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata kegiatan ini menjadi daya tarik bagi bangsa lain. Wisatawan asing yang datang ke Jepang senang melihat berbagai aktivitas yang dilakukan saat itu. Dengan begitu, lambat laut momen ini terbuka untuk umum bagi yang mau turut merasakan sukacita selama tidak mengganggu kegiatan ritual inti.

Hal-Hal Simbolis

Dalam setiap kegiatan keagamaan pasti erat kaitannya dengan simbol-simbol tertentu. Begitupun dalam acara ini ada sejumlah benda-benda yang memiliki arti khusus. Jika tidak ada, maka acara kurang lengkap bahkan bisa dianggap tidak sah. Berikut adalah hal-hal simbolis yang harus ada:

1. Sao

Sao merupakan tiang yang ditegakkan di suatu tempat untuk menandai bahwa di sana akan diselenggarakan matsuri. Orang-orang percaya kalau para dewa dan dewi akan turun ke tempat tersebut melalui sao. Adapun bentuk sao tidak selalu tiang polos, bisa juga berupa pohon, tongkat, atau bahkan nisan kuburan. Sao diletakkan di halaman kuil tempat acara digelar atau di bagian altar kuil tersebut.

2. Mono No Imi

Setiap kegiatan ini memiliki tujuan tertentu. Biasanya untuk menjauhkan manusia dari segala keburukan, seperti menolak bala, mencegah gagal panen, dan sebagainya. Oleh sebab itu, ada satu hal yang harus dilakukan untuk menjauhkan manusia dari hal buruk tersebut. Ini akan dilakukan oleh para toya, yakni pemimpin acara sekaligus penanggung jawabnya.

3. Mikoshi

Mikoshi adalah kuil portable atau kuil kecil yang dibawa ke mana-mana selama acara berlangsung. Kuil tersebut dipercaya sebagai kendaraan Tuhan sehingga akan selalu ikut bersama manusia sampai acara selesai. Mikoshi dipanggul oleh sekelompok laki-laki, tapi ada juga perayaan yang melibatkan perempuan sebagai pembawanya.

Selain dibawa mengelilingi kota, ada kalanya kuil tersebut digoyang-goyangkan bahkan dibenturkan dengan mikoshi lainnya secara sengaja. Saat kuil sedang dipanggul, orang-orang tersebut akan meneriakkan kata “Wasshoi” atau “Essa”. Kata-kata tersebut diucapkan dengan penuh semangat di tengah para penari dan pertunjukkan lainnya.

4. Dashi

Sekilas dashi mirip seperti mikoshi, namun keduanya ini berbeda. Dashi merupakan kendaraan yang ditarik atau didorong serta dihias sedemikian rupa selama acara. Ukuran dan bentuk dashi disesuaikan berdasarkan wilayah dan acaranya. Selain itu, dashi bisa dinaiki orang, sedangkan mikoshi tidak karena khusus untuk Tuhan.

Ada juga yang mempercayai bahwa dashi adalah perwujudan Tuhan saat itu. Maka, orang-orang yang ada di atas dashi bertugas untuk melayani dewa dan dewi. Biasanya di atas dashi pun terdapat tombak sebagai petunjuk bagi dewa dan dewi mengenali dashi tersebut. Mereka percaya kalau dewa dan dewi akan turun dari langit dan menjelma menjadi dashi saat di bumi.

Pelengkap Matsuri

Selain keempat hal di atas, ada pun benda-benda lain sebagai pelengkap acara tersebut. Bisa dibilang inilah atribut yang harus ada dan menjadi ciri khas selama acara berlangsung. Inilah hal-hal pelengkap yang dimaksud:

1. Chouchin

Chouchin merupakan lampion ala Jepang yang menjadi pencahayaan selama acara berlangsung. Hingga saat ini ada banyak desain chouchin yang menarik dan memancarkan cahaya yang indah. Biasanya chouchin berwarna merah dan digantung sepanjang jalan. Semakin banyak chouchin, maka acara semakin terasa syahdu apalagi kalau di malam hari.

2. Yatai

Yatai adalah warung-warung kecil atau kedai yang didirikan di sekitar acara. Orang-orang yang memiliki yatai menjual berbagai macam barang atau jajanan, seperti takoyaki, gulali, aksesoris, dan sebagainya. Harganya pun beragam, mulai dari yang termurah hingga termahal. Yatai menjadi salah satu daya tarik wisatawan untuk datang ke acara festival.

3. Uchiwa

Uchiwa adalah salah satu kipas tradisional khas Jepang. Kipas ini dibuat dari kertas khusus bernama “washi”. Kertas washi ditempelkan ke kerangka kipas yang dirangkai dari bamboo kemudian dihias dengan cat. Saat festival musim panas ada banyak uchiwa yang dibawa oleh orang-orang. Fungsinya tentu saja untuk mengurangi rasa panas karena udara saat itu sedang lembab.

4. Yukata dan Jinbei

Yukata dan jinbei merupakan pakaian tradisional orang Jepang. Bentuk yukata mirip seperti kimono hanya saja bahannya lebih tipis dan bergaya lebih casual. Oleh sebab itu, yukata banyak dipakai untuk menghadiri festival-festival musim panas dan festival kembang api di malam hari. Sedangkan jinbei desain dan motifnya lebih simpel dibandingkan yukata. Jinbei banyak dipakai untuk kegiatan sehari-hari dan menghadiri acara di musim panas.

Matsuri bagi orang Jepang adalah waktunya untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Bahkan mereka percaya kalau terlibat dalam memanggul mikoshi dapat diampuni dosa-dosanya. Di sisi lain, acara ini begitu unik di mata wisatawan asing sehingga menarik mereka untuk datang ke Jepang. Dengan adanya acara tersebut, Jepang bisa melestarikan budayanya sekaligus memenuhi kebutuhan rohani masyarakatnya.

Baca juga: Tradisi Mochitsuki pada Tahun Baru di Jepang

Penulis

WeXpats
Di sini kami menyediakan artikel yang mencakup berbagai informasi yang berguna tentang kehidupan, pekerjaan, dan studi di Jepang hingga pesona dan kualitas Jepang yang menarik.

Sosial Media ソーシャルメディア

Kami berbagi berita terbaru tentang Jepang dalam 9bahasa.

  • English
  • 한국어
  • Tiếng Việt
  • မြန်မာဘာသာစကား
  • Bahasa Indonesia
  • 中文 (繁體)
  • Español
  • Português
  • ภาษาไทย
TOP/ Budaya Jepang/ Tradisi budaya Jepang/ Berbagai Jenis Komponen Meriah Perayaan Matsuri bagi Masyarakat Jepang

Situs web kami menggunakan Cookies dengan tujuan meningkatkan aksesibilitas dan kualitas kami. Silakan klik "Setuju" jika Anda menyetujui penggunaan Cookie kami. Untuk melihat detail lebih lanjut tentang bagaimana perusahaan kami menggunakan Cookies, silakan lihat di sini.

Kebijakan Cookie