Sejarah Perkembangan Dunia Fashion Mode Jepang yang Tak Ada Matinya

WeXpats
2020/08/27

Fashion Mode Jepang benar-benar mengalami perubahan yang tidak sedikit dan terus berkembang. Dari cara berpakaian asli Jepang hingga tren busana luar negeri melebur menjadi satu dan kemudian menciptakan mode fashion baru yang unik dan menonjol. Dengan banyaknya perubahan mode Jepang di setiap era, apakah kamu punya mode favorit?

Sekolah Fashion Mode Jepang Pertama Dibuka

Sekolah fashion mode Jepang yang dibuka pertama kali adalah Bunka Fashion College. Awal dibukanya Bunka Fashion College pada tahun 1919 bertepatan dengan berakhirnya Perang Dunia I berakhir. Sebuah papan nama kecil bernama "Pengajar Menjahit Pakaian Wanita dan Anak Namiki" didirikan oleh Isaburo Namiki di Aoyama, Akasaka-ku, Tokyo. 

Namiki, yang telah bekerja di bidang pakaian wanita dan anak-anak selama bertahun-tahun, membuka toko jahitnya sendiri. Karena penyebaran pakaian anak-anak yang cepat, terjadi kekurangan tenaga kerja untuk membuat pakaian. Kemudian beliau membuka jalan dunia fashion mode Jepang sebagai seorang pengajar tata busana, dengan berpikir, "Pengajaran keterampilan menjahit harus diajarkan dalam waktu yang lebih pendek daripada magang jangka panjang, dan harus diperoleh sebagai pengetahuan baru bagi ibu rumah tangga”. Begitulah awal mode Jepang berkembang.

Desainer Mode Jepang Melebarkan Sayap ke Seluruh Dunia

Pada 1970-an, jumlah orang Jepang yang pergi ke Paris, kota kiblat mode, meningkat. Bahkan dalam situasi sosial yang sulit, banyak lulusan akademi yang bekerja keras di Paris. Saat itu, Kenzo Takada (lulusan jurusan desain) menjadi begitu terkenal. Tidak asing dengan nama “Kenzo”? Ya, beliau adalah pemilik brand "Kenzo" yang popularitasnya sangat luar biasa hingga seperti sekarang. Tokonya dibuka di jalan utama, dan membuahkan sukses besar. Bahkan kesuksesannya sebanding dengan Yves Saint Laurent dan Sonia Rykiel.

Street Fashion: Counterculture Mode Jepang (1980-1989) 

Jika tahun 70-an, ketika "anak muda" memiliki rasa kebersamaan dan solidaritas sebagai sebuah "generasi" untuk pertama kalinya, saat itulah awal dari "street fashion" di Jepang. Namun, dengan mengambil posisi konfrontatif, mereka muncul dengan mengusulkan gaya baru. Pada paruh pertama 1980-an, mode Jepang sangat didominasi dengan sesuatu yang berbau Amerika. Panutan anak muda Jepang saat itu adalah gaya hidup mahasiswa Amerika. Majalah yang memperkenalkan "gaya hidup Amerika", seperti "POPEYE", bermunculan satu demi satu. 

Di pertengahan 1980-an, ada fenomena luar biasa di mana gaya yang "muda dan penuh perubahan" counterculture menjadi intinya. Pertama-tama, alih-alih meniru negara asing, busana unik Jepang, "DC boom (singkatan dari desainer dan karakter)", muncul untuk pertama kalinya. Generasi muda berikutnya (new human generation) yang mencoba lepas dari trad generation (baby boomer generation) pada paruh kedua tahun 1970-an menjadi pemimpinnya. Hal yang sama dari dua generasi muda adalah bahwa mereka pandai memanipulasi simbol. Setelah itu, budaya baru seperti "Bodycon", "Italian casual" dan "Hip-hop style" diimpor dan dikomersialkan satu demi satu, dan kaum muda mulai menjadi masyarakat yang “konsumtif”.

Mode Jepang yang Dewasa dan Stabil (1990-1999)

Pada akhir tahun 1980-an, orang mulai fokus pada "kedewasaan dan stabilitas" daripada style yang muda dan penuh perubahan, karena mereka menolak mode DC di awal 1980-an. "Shibu Kaji" adalah nama gaya yang awalnya dibuat di lingkungan siswa sekolah menengah dan mahasiswa di sekitar Shibuya sekitar tahun 1990-an ketika "Yamanote fashion" yang menyebar dari interpretasi Jepang B.C.B.G. Generasi junior baby boomer adalah pemimpinnya. Ciri khasnya adalah memakai barang-barang kasual standar Amerika seperti kemeja bergaris, jeans impor, serta tas dan moccasin Louis Vuitton yang besar. Itu juga saat nilai-nilai dasar fashion yang berubah dari "apa yang akan dikenakan" menjadi "cara memakai". Setelah itu, warna perdagangan menjadi lebih kuat, dan "astringent squid/late stage" yang disebut Levi's jeans 501 muncul dalam blazer biru tua dengan kancing emas Ralph Lauren. 

Di musim gugur dan musim dingin, tempat ini berkembang menjadi "Shibu Kaji Wilder" yang menggabungkan merek olahraga dan outdoor. Sepatu bot Barat, aksesori perak dan permata pirus, rambut panjang, juga kacamata hitam telah menjadi tren yang digunakan secara luas. Tidak terkecuali penggunaannya dalam drama trendi seperti yang dimainkan oleh Kimutaku dan Eisaku Yoshida sehingga menjadi tren mode nasional. Pada musim dingin tahun 1991 ketika "Shibu Kaji" benar-benar kehilangan realitasnya, selain aliran anak laki-laki, anak perempuan menggunakan "BCBG" sebagai gaya khas kaus kaki kushukushu dengan sepatu boot pendek. 

Paragyaru (Paradise Gal) juga mulai muncul. Merek Amerika seperti MCM, LeSportsac, dan LA Gear telah menjadi sangat populer, dan mereka telah berevolusi menjadi gaya wanita "LA gal" di West Coast, yang ditandai dengan pemakaian warna-warni. Pada tahun 1992, "French casual" dengan basis monoton muncul. Barang-barang tipikal termasuk agnies b. Cardigan snap, rambut jepit, jahitan rajutan rusuk, dan liontin tali kulit sering digunakan. Di sini mulai muncul kesadaran untuk membuat pakaian sederhana tetap terlihat fashionable dan mewah. 

  Menengok ke tahun 90-an, bisa dikatakan bahwa era itu adalah "era mode Jepang street style ". Khususnya, sejak 1994-95, seniman muda dan pendatang baru seperti desainer, musisi, fotografer, dan ilustrator telah bermunculan. Banyak merek indie, label indie, pers kecil, dan bahkan pasar loak telah diciptakan. Banyak merek baru mulai berpartisipasi dalam koleksi Tokyo, dan sementara beberapa merek tumbuh ke panggung depan, banyak merek Ura-Harajuku yang bertahan di jalanan telah memulai debutnya. 

Selain itu, saat mahasiswa wanita menarik perhatian di tahun 1980-an, pelajar sekolah menengah, pelajar sekolah menengah pertama, dan bahkan siswa pria sekolah menengah di tahun 90-an, menyatakan, "Siswa sekolah menengah menciptakan tren!". Ketika kaus kaki longgar yang melambangkan gadis-gadis sekolah menengah, penggunaannya berubah menjadi kaos kaki berwarna biru tua yang pas di kaki di sekitar tahun 1998-1999. Evolusinya dimulai dari fashion gadis sekolah menengah ke kogyaru, kemudian menjadi ganguro gyaru. Tren ini pun segera menyebar ke pinggiran kota.

Mode Jepang Unisex yang Simpel (2000-2009)

Street fashion dari tahun 2000-an telah didukung lintas generasi. Pekerja kantoran di tahun ketiga atau keempat yang berada di sekitar usia pertengahan 20-an, mulai menumbuhkan ketertarikan pada fashion item yang “cukup”. Maksudnya, pakaian yang biasa saja tapi memiliki kualitas baik. Munculnya brand GAP dan uniqlo, menawarkan pakaian yang murah tapi tetap keren. Pakaian yang simple dan unisex juga menjadi pilihan banyak orang pada era ini. Selain itu, "fashion celebrities" yang menggemari tren fashion dari luar negeri mencapai puncaknya pada era bubble di pertengahan hingga akhir 2000-an. Pada paruh kedua tahun 2000-an, merek-merek fast fashion yang berafiliasi dengan luar negeri juga mulai membuka tokonya di Jepang satu demi satu. 

Mempertahankan Mode Jepang Idealis dan Perkembangan Fast Fashion (2010 - 2017)

Pada era ini fast fashion dalam dan luar negeri telah menyebar luas secara cepat. Perpaduan street fashion yang memiliki tiga ciri utama: "street (boyish)", "gal", dan "konservatif". Kemudian diawali juga dengan munculnya mode Jepang super-mixed yang disebut "SWEET" (fashionable dan kawaii). Karakternya adalah, mengikuti tren yang sama dengan semua orang. Setelah gempa bumi 3.11 tahun 2011, masing-masing beralih ke tinjauan tentang cara hidup dan hal-hal yang lebih penting. Banyak kelompok kecil dengan "nilai" lintas generasi lahir di mana fashion dan subkultur seperti animasi dan game seperti Koenji dan Akihabara menyatu. Di tahun 2014 mulai ada tren memakai baju kembaran tidak hanya untuk pasangan, tapi juga dengan teman-teman. Meningkatnya jumlah anak muda yang mempublikasikan foto OOTD mereka sendiri di media sosial telah membuat jumlah "baju kembaran" dengan gaya yang sama untuk beberapa orang juga meningkat pesat.

Hingga saat ini fashion mode Jepang terus menerus berkembang dan semakin bebas. Tidak melulu mengikuti tren yang ada, tapi setiap pakaian yang dipakai menunjukkan kepribadian masing-masing pemakainya. Kiblat fashion pun tidak lagi terbatas pada gaya Barat. Bahkan beberapa orang memilih kembali menggunakan pakaian bergaya vintage ala tahun 70-80an. Bagaimanapun mode pakaiannya, yang paling penting adalah bagaimana kita bisa menghargai pilihan dan kesukaan orang lain atas pilihan gaya berpakaiannya ya!

Baca juga: Tokyo Style: Street Fashion Seru untuk Anak Muda

Penulis

WeXpats
Di sini kami menyediakan artikel yang mencakup berbagai informasi yang berguna tentang kehidupan, pekerjaan, dan studi di Jepang hingga pesona dan kualitas Jepang yang menarik.

Sosial Media ソーシャルメディア

Kami berbagi berita terbaru tentang Jepang dalam 9bahasa.

  • English
  • 한국어
  • Tiếng Việt
  • မြန်မာဘာသာစကား
  • Bahasa Indonesia
  • 中文 (繁體)
  • Español
  • Português
  • ภาษาไทย
TOP/ Budaya Jepang/ Budaya Pop di Jepang/ Sejarah Perkembangan Dunia Fashion Mode Jepang yang Tak Ada Matinya

Situs web kami menggunakan Cookies dengan tujuan meningkatkan aksesibilitas dan kualitas kami. Silakan klik "Setuju" jika Anda menyetujui penggunaan Cookie kami. Untuk melihat detail lebih lanjut tentang bagaimana perusahaan kami menggunakan Cookies, silakan lihat di sini.

Kebijakan Cookie