Fenomena Hari Libur Kerja di Jepang, Karyawan Justru Kesal

WeXpats
2020/09/09

Hari libur adalah hari yang dinanti-nanti karyawan di seluruh dunia tapi tidak di Jepang. Hari libur kerja di Jepang ibarat momok bagi para pekerja di negara matahari terbit itu. Kok, bisa begitu? Faktanya, para pekerja justru kesal ketika ada hari libur.

Banyak alasan yang mendasari kekesalan para karyawan ketika mendapati hari libur kerja di Jepang. Ini tentunya fenomena yang sangat unik. Di saat para karyawan di belahan dunia yang lain mencari cara agar bisa libur kerja, karyawan di Jepang justru ogah. Apa kira-kira penyebabnya? Penjelasannya ada di artikel ini.

Daftar Isi

Hari Kerja, Jam Kerja, dan Hari Libur Kerja di Jepang

Gila Kerja, Orang Jepang Ogah Cuti dan Libur

Alasan Hari Libur Kerja di Jepang Membuat Kesal

Penambahan Hari Libur Nasional, Siasat Jepang Ubah Pola Kerja Workaholic

Hari Kerja, Jam Kerja, dan Hari Libur Kerja di Jepang

Sebagian orang banyak yang memimpikan kerja di Jepang karena negara itu terkenal dengan kemajuan teknologinya. Sebelum buru-buru berangkat apalagi menetap di sana untuk bekerja, kenali dulu hari kerja dan jam kerja di Jepang. Kenali juga hari liburnya dan bagaimana pekerja di sana menyikapi libur.

Hari kerja di Jepang sama dengan hari kerja pada umumnya di seluruh dunia yaitu mulai dari Senin sampai Jumat. Kecuali bagi mereka yang bekerja shift, jadwal rutin ini tidak berlaku. Akhir pekan yaitu hari Sabtu dan Minggu merupakan hari libur bagi karyawan kecuali yang bekerja shift.

Jika menganut hukum yang berlaku, seharusnya jam kerja adalah 8 jam sehari serta 40 jam seminggu. Bagi perusahaan dengan jam kerja lebih dari 6 jam, berhak mendapat istirahat selama 45 menit. Sedangkan untuk yang 8 jam, waktu istirahatnya 60 menit. 

Mengenai jam kerja, perusahaan di Jepang tidak selalu menerapkan jam kerja yang sama. Ada yang menerapkan jam kerja 9 jam dengan istirahat 1 jam. Ada juga yang menganut jam kerja 8 jam termasuk istirahat 1 jam. Bahkan ada perusahaan yang jam kerjanya 7 jam tanpa dijelaskan jam istirahatnya. 

Jam kerja adalah salah satu hal yang dituliskan di kontrak kerja. Jadi, para karyawan diharapkan membaca benar-benar kontrak kerjanya apalagi perihal jam kerja ini. Sedangkan untuk hari libur, selain weekend, ada hari libur lain yaitu hari-hari libur nasional. Ada juga Golden Week di akhir bulan April.

Gila Kerja, Orang Jepang Ogah Cuti dan Libur

Budaya kerja di Jepang sering membuat orang geleng-geleng kepala. Mereka sangat gila kerja dan merasa malu jika tidak produktif. Oleh karena itu, hari libur nasional dianggap menyebalkan karena mereka harus diam di rumah atau jadi terpaksa pergi berlibur.

Cuti bagi orang Jepang juga merupakan sesuatu yang hal yang jarang sekali dilakukan. Pekerja di Jepang lebih memilih bekerja bahkan mengambil jam lembur dibanding harus cuti. Para manager di perusahaan-perusahaan di Jepang jarang memeriksa pengajuan cuti. Alasannya karena memang jarang yang mengajukan cuti.

Gila kerja ternyata merupakan salah satu masalah di Jepang, bahkan sudah menjadi sorotan dunia. Karoshi, atau kematian karena kelelahan kerja banyak terjadi di Jepang. Maka, pemerintah Jepang mengeluarkan himbauan agar para pekerja mengambil jatah cuti mereka. Serta menghimbau juga untuk memanfaatkan hari libur untuk berlibur.

Alasan Hari Libur Kerja di Jepang Membuat Kesal

Ada beragam alasan selain budaya kerja workaholic yang mendasari orang Jepang kesal dengan hari libur. Apakah alasan mereka masuk akal? Simak daftar alasan di bawah ini:

1. Tempat Wisata Penuh

Alasan pertama mengapa hari libur begitu menyebalkan bagi karyawan di Jepang adalah penuhnya tempat-tempat wisata. Pada hari libur nasional, tempat wisata akan penuh sesak oleh pengunjung. Ini membuat berwisata jadi tidak nyaman. Hari libur selalu identik dengan festival, turis lokal dan internasional dipastikan akan menyesaki tempat-tempat wisata ini.

2. Karyawan Harian Tidak Mendapat Pemasukan

Jangankan untuk liburan, karyawan harian justru tidak memiliki pemasukan saat ada hari libur. Ini alasannya mereka membenci hari libur. Semakin lama libur, maka semakin sedikit pemasukan yang bisa mereka terima. Tidak salah rasanya jika karyawan harian akan mengambil jam kerja lebih guna menyiasati hari-hari libur ini.

3. Khawatir Mendapat Penilaian Buruk

Di Jepang, orang yang malas kerja akan mendapat kondite buruk. Cuti adalah salah satu hal yang memicu penilaian buruk ini karena dianggap tidak produktif dan malas. Maka, daripada mendapat malu karena dianggap tidak produktif, orang Jepang memilih untuk lembur daripada cuti. Semakin jarang cuti, maka penilaian kerja semakin baik.

4. Biaya Liburan Mahal

Ketika hari libur tiba harga tur wisata melonjak. Ini juga menjadi beban tersendiri bagi karyawan apalagi yang sudah berkeluarga untuk pergi liburan. Maka, hari libur justru menyebalkan karena ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan. Maka, banyak orang Jepang yang hanya memilih untuk mengunjungi keluarga di pedesaan daripada harus ke tempat-tempat wisata.

Penambahan Hari Libur Nasional, Siasat Jepang Ubah Pola Kerja Workaholic

Menyikapi meningkatnya kasus Karoshi, pemerintah Jepang dan pihak-pihak yang terkait berupaya keras menanggulangi hal ini. Ada beberapa strategi yang akhirnya diterapkan di Jepang guna mengubah pola kerja workaholic. Pemerintah Jepang ingin warganya mencapai work life balance yang selama ini belum ada.

Perdana Menteri Shinzo Abe beberapa waktu memimpin panel yang membahas tentang isu jam kerja berlebihan. Ia mengajukan untuk menekan jam lembur menjadi 100 jam saja dalam sebulan. Tidak semua orang senang dengan keputusan ini. Namun, langkah ini dianggap sebagai sejarah karena bisa mengubah pola kerja warga Jepang.

Selain itu, Perdana Menteri Shinzo Abe juga mendorong perusahaan-perusahaan untuk mengizinkan karyawannya pulang lebih cepat di hari Jumat terakhir pada tiap bulannya. Kampanye ini dikenal dengan Premium Friday. Ini merupakan relaksasi bagi karyawan setelah bekerja keras selama sebulan.

Strategi lain adalah pemberian insentif bagi karyawan yang pulang lebih cepat. Perusahaan yang sudah melakukannya adalah Sunny Side Up yang bergerak di bidang kreatif dan kehumasan. Perusahaan ini memberikan insentif sebesar 3.200 Yen dalam bentuk tunai bagi karyawan yang pulang cepat yaitu jam tiga sore.

Sunny Side Up menyadari bahwa work life balance justru akan meningkatkan produktivitas karyawan. Perusahaan ini mengamini kampanye yang dipelopori oleh Perdana Menteri Jepang dan ingin karyawannya memiliki kesejahteraan mental juga.

Selain Sunny Side Up, Mitsui Home Co juga menerapkan hal serupa. Alih-alih memberikan insentif, perusahaan ini membunyikan alarm khusus untuk “mengusir” karyawannya. Lagu Gonna Fly Now akan berbunyi pada pukul 18.00 untuk meminta karyawan segera pulang. Lagu ini akan dibunyikan keras-keras sehingga seluruh area kantor mendengarnya.

Menyikapi lembur yang tinggi, perusahaan Saint-Works Corporation menerapkan satu hari dilarang lembur dalam setiap bulannya. Bahkan, perusahaan ini menerapkan hukuman bagi karyawan yang lembur pada hari yang sudah ditetapkan.

Hari libur kerja di Jepang memang merupakan sebuah fenomena unik. Banyak karyawan yang menolak sampai-sampai pemerintah harus turun tangan menyikapinya. Dengan budaya kerja workaholic seperti ini, masih berminat bekerja di Jepang?

Baca juga: Lembur lagi? Begini Ketentuan Jam Kerja di Jepang

Penulis

WeXpats
Di sini kami menyediakan artikel yang mencakup berbagai informasi yang berguna tentang kehidupan, pekerjaan, dan studi di Jepang hingga pesona dan kualitas Jepang yang menarik.

Sosial Media ソーシャルメディア

Kami berbagi berita terbaru tentang Jepang dalam 9bahasa.

  • English
  • 한국어
  • Tiếng Việt
  • မြန်မာဘာသာစကား
  • Bahasa Indonesia
  • 中文 (繁體)
  • Español
  • Português
  • ภาษาไทย
TOP/ Budaya Jepang/ Lagu-lagu Jepang/ Fenomena Hari Libur Kerja di Jepang, Karyawan Justru Kesal

Situs web kami menggunakan Cookies dengan tujuan meningkatkan aksesibilitas dan kualitas kami. Silakan klik "Setuju" jika Anda menyetujui penggunaan Cookie kami. Untuk melihat detail lebih lanjut tentang bagaimana perusahaan kami menggunakan Cookies, silakan lihat di sini.

Kebijakan Cookie