Sebilah pedang sering menjadi hiasan interior restoran Jepang atau tempat-tempat lain yang bernuansa Jepang. Pedang itu bukan sembarang pedang, melainkan sebuah benda yang penuh nilai filosofis di baliknya. Namanya adalah katana, sebuah pedang yang digunakan seorang samurai. Ciri khasnya melengkung, bermata tunggal, dengan bagian pelindung berbentuk bulat atau persegi.
Kalau dilihat lebih dekat, setiap katana memiliki simbol yang khusus. Biasanya menampilkan figur yang abadi atau seorang dewa. Tak semua orang bisa memegang katana dengan benar. Para samurai saja butuh latihan untuk bisa menggenggam dan menggunakannya dengan baik. Belum lagi bobot pedang ini terbilang cukup berat dibandingkan pedang lainnya, yakni sekitar 750 gram hingga 1.000 gram. Selain itu, panjang pedang bisa mencapai 100 cm.
Daftar Isi
Apa Itu Katana?
Katana adalah pedang panjang Jepang yang ditulis daito (大刀). Walaupun saat ini kata tersebut merujuk ke semua pedang yang ada di Jepang. Dulu, pedang yang dibuat di Jepang berbentuk lurus. Namun, pedang tersebut berkualitas rendah karena tidak tahan terhadap perubahan iklim.
Pada periode Muromachi mulai lah dibuat pedang melengkung dengan menghadap ke atas sehingga lebih mudah untuk menebas lawan. Perubahan bentuk ini pun didorong dengan permintaan pembuatan pedang yang semakin meningkat. Memasuki periode Edo, bahan untuk membuat pedang semakin mudah didapat. Tak heran kalau saat itu para pembuat pedang semakin populer, bahkan sampai didirikan sekolah pedang.
Bagi orang Jepang, khususnya kaum samurai, katana bukan sekedar pedang. Ini adalah simbol keimanan, otoritas, serta “roh”-nya jiwa mereka. Untuk sebagian lainnya, katana dianggap sebagai pelindung karena mampu mencegah penggunanya dari cedera. Dengan menggunakan katana, seseorang bisa mengalahkan lawannya meski dari jarak dekat.
Melihat ukuran katana yang panjang dan berat, memegangnya harus menggunakan kedua tangan. Penggunaan pedang ini bisa dipasangkan dengan pedang yang lebih kecil, yaitu wakizashi atau tanto. Sekarang pedang khas Jepang tersebut lebih mudah ditemui, tapi untuk katana tradisional sudah langka dan mahal. Apalagi untuk pedang dengan tsuba (bagian pelindung tangan yang didekorasi) yang bertanda langka pasti menjadi rebutan para kolektor.
Artikel Pilihan
Proses Tameshigiri
Di zaman kuno Jepang, profesi pembuat pedang sangat terhormat. Bahkan setiap kaisar memiliki pengrajin pedangnya masing-masing. Sebelum membuat pedang, ada ritual khusus yang harus dilakukan, seperti berpuasa, tidak melakukan hubungan seksual, berziarah, serta menandai area kerjanya dengan tali khusus. Saat proses pembuatan, si pengrajin pedang memakai jubah seorang pendeta Shinto.
Pada periode Edo, kualitas pedang benar-benar diperhatikan. Saat itu ada sebuah departemen khusus yang kerjanya menguji kualitas pedang. Proses pengujian ini dinamakan tameshigiri. Kegiatannya terbilang kejam karena pengujian pedang dilakukan ke tubuh lawan atau jasad seseorang yang sudah mati. Seorang pendekar akan memotong-motong tubuh tersebut. Bila tubuh terpotong dengan sempurna, maka pedang dianggap berkualitas baik.
Tahap tameshigiri menjadi bagian yang tak boleh dilewatkan. Jangan sampai pedang yang sudah dibuat kemudian dipakai bertarung menyangkut di baju perang musuh saat bertanding. Untungnya, proses tameshigiri di era modern sudah tidak menggunakan tubuh manusia. Para penguji kini menggunakan sebilah kayu atau bambu, ataupun benda mati lainnya.
Hubungan Katana dengan Samurai
Seorang shogun terkenal bernama Tokugawa Ieyasu pernah berkata kalau katana adalah “jiwa seorang samurai”. Meskipun pada kenyataannya banyak yang memandang pedang ini tak lebih sebagai senjata dalam berperang. Pedang tersebut menjadi senjata akhir yang digunakan. Untuk pertempuran jarak jauh, samurai menggunakan panah. Saat pertempuran mulai mendekat, mereka menggunakan tombak. Pedang dikeluarkan jika lawan sudah benar-benar di depan mata.
Di lain sisi, katana bisa dijadikan simbol ikonik bagi seorang pejuang. Membeli pedang, apalagi dengan simbol tertentu, menjadi sebuah tanda kehormatan dan kebanggaan. Begitu katana dimasukkan ke sabuk, kemudian si pemiliknya menggunakan pakaian perang, maka ia akan merasa sebagai samurai sejati sekaligus bagian dari elit sosial.
Zaman dulu hanya kaum samurai yang boleh menggunakan pedang ini. Beberapa kaisar memilikinya walau tak sering menggunakannya. Jadi tak heran kalau ada rasa eksklusif bagi siapapun yang menyimpan katana di dalam rumahnya. Namun, zaman telah berubah dan sekarang katana bisa dipesan ataupun dibeli secara bebas.
Proses Pembuatan Katana
Ternyata proses pembuatan katana cukup panjang dan rumit. Selain pengrajinnya yang harus melakukan ritual-ritual tertentu, diperlukan persiapan yang matang. Mulai dari pemilihan bahan hingga masuk ke tahap pembuatan. Berikut adalah tahapan yang dilewati sampai akhirnya pedang jadi dan siap digunakan:
1. Meleburkan Baja
Pertama-tama, seorang pengrajin harus memilih permata baja (tamahagane) yang akan dijadikan pedang. Setelah jumlahnya dirasa cukup, peleburan dilakukan dengan menggunakan pasir sungai. Proses peleburan ini memakan waktu selama 3 hari. Biji baja akan menjadi berkualitas apabila dipanaskan dengan karbon arang hingga 2.500 derajat Fahrenheit.
2. Melarutkan Karbon
Keahlian pengrajin mulai diuji pada tahap ini. Tamahagane tidak dilarutkan sampai mencair. Seorang pengrajin harus mengetahui kadar tertentu untuk menghasilkan pedang yang berkualitas. Ada kombinasi khusus yang dilakukan supaya pedang nantinya tidak mudah patah dan cepat tumpul.
3. Pemurnian
Sekarang masuk dalam tahap pembentukan pedang. Bahan dipanaskan, kemudian ditempa lalu dilipat. Kegiatan ini dilakukan berulang kali dan cukup lama. Seorang pengrajin pedang harus memastikan hanya terdapat unsur karbon dan besi baja saja. Apabila masih ada unsur lainnya, maka kualitas pedang akan buruk. Pedang yang bagus hanya mengandung tamahagane yang menjadi besi karbon murni.
4. Tahap Penempaan
Tahap ini lanjutan dari sebelumnya. Setelah pedang ditempa berkali-kali, dilanjutkan dengan pembuatan potongan panjang. Celah panjang dibuat di bagian tengah pedang untuk diisi dengan tamahagane berkadar karbon tinggi dan rendah. Setelah keduanya menyatu, pedang ditempa lagi hingga menjadi pedang yang tajam sekaligus kokoh.
5. Pelapisan
Proses selanjutnya adalah pelapisan. Pelapisan dilakukan pada bagian atas pedang dan bagian yang tumpul. Bahan yang digunakan adalah bubuk arang dan campuran tanah lempung. Pada bagian yang tajam, pelapisan hanya sedikit atau tipis. Sedangkan untuk bagian yang tumpul bahan yang ditambahkan lebih tebal. Setelah itu, pedang dipanaskan kembali sebanyak dua kali. Pemanasan tidak lebih dari 1.500 derajat Fahrenheit agar pedang tidak retak.
6. Pembuatan Lengkungan
Pada tahap ini keahlian seorang pengrajin kembali diuji. Ciri khas dari katana adalah bentuknya yang melengkung. Membentuk lengkungan inilah yang tidak mudah. Bisa dibilang tahap ini paling sulit dari serangkaian proses pembuatan pedang. Tak jarang seorang pengrajin gagal membuat katana di bagian ini. Cara membuat lengkungan adalah memanaskan pedang ke dalam api lalu segera mencelupkannya ke dalam air.
7. Pemberian Tanda Akhir
Jika sudah berhasil membuat lengkungan yang sempurna, sebuah pedang tinggal diberi sentuhan akhir. Bagian pegangan pedang dibungkus dan diberi tanda khusus dari logam. Tak lupa sarung pedang pun dibuat dari kayu dan dihias dengan ornamen yang unik. Sebelum pedang diberikan kepada si pemesan, katana diuji terlebih dahulu.
Rangkaian proses di atas bisa mencapai 6 bulan lamanya. Jadi tak heran kalau harga katana bisa mencapai ratusan juta rupiah. Apalagi untuk katana dengan simbol khusus, biasanya hanya dibuat satu atau dalam jumlah tertentu saja. Sebagai sebilah pedang, kaum kaisar dan samurai menjadikannya simbol bagi jiwa mereka. Oleh sebab itu, meskipun katana kini tidak populer digunakan, keberadaannya tetap memiliki nilai yang spesial.
Baca juga: Harakiri, Pengorbanan Sebagai Bentuk Kehormatan Orang Jepang