Budaya Malu Jepang, Bikin Rakyatnya Menjadi Sangat Disiplin

WeXpats
2020/05/11

Sebagai bangsa yang maju, Jepang tetap berpegang teguh pada nilai-nilai telah diajarkan secara turun-temurun. Salah satu nilai yang sangat terkenal adalah budaya malu Jepang. Ada beberapa hal yang dianggap memalukan jika dilakukan oleh orang Jepang. Dari hal-hal yang umum sampai hal-hal yang mungkin bagi orang awam adalah biasa saja.

Budaya malu Jepang sangat berbeda dengan rasa malu pada umumnya. Hal-hal yang dianggap membuat malu di Jepang biasanya berkaitan dengan tanggung jawab dan dedikasi. Nah, sebenarnya seperti apa dan bagaimana asal usul budaya malu ini sangat kuat di Jepang? Artikel kali ini akan membahasnya.

Asal Muasal Budaya Malu Jepang

Jepang banyak menyerap ajaran filsafat kuno Konfusianisme. Pengajar-pengajar Jepang menyerap ajaran yang berasal dari China tersebut sejak ratusan tahun yang lalu. Ditengarai ajaran ini telah merambah mulai dari zaman Edo sekitar tahun 1600-1867 yang disebut sebagai Baigan Ishido.

Ajarannya Baigan Ishido ini meresap ke setiap inti kehidupan masyarakat Jepang. Rinri atau tata krama orang Jepang akarnya berasal dari ajaran Konfusianisme yang diadaptasi dari China. Rinri ini tercermin dari bagaimana cara orang Jepang berbisnis, bekerja menghidupi keluarga, serta ketika melakukan pelayanan publik. Semuanya harus mengedepankan pertanggungjawaban sosial.

Budaya malu Jepang ditengarai berasal dari ajaran ini yang juga mencakup soal menghargai orang lain dan rasa malu. Semua interaksi bisnis atau kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang harus mencerminkan rinri. Bagi mereka yang tidak memiliki rasa malu dalam berkegiatan bisnis atau keseharian, akan dianggap sebagai orang dengan kualitas minimum.

Semakin ke sini, budaya malu Jepang tidak bergeser ataupun berkurang. Hal-hal yang berkaitan dengan integritas, tata krama, loyalitas, kinerja, dedikasi, dan produktivitas erat kaitannya dengan rasa malu. Seseorang yang gagal atau tidak bisa mencapai apa yang sudah ditargetkan, maka akan didera rasa malu yang luar biasa. Tidak hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga keluarga dan tempatnya bekerja.

Antara Tanggung Jawab dan Malu

Perbuatan-perbuatan yang mendatangkan malu bagi orang Jepang adalah yang erat kaitannya dengan tanggung jawab. Contoh sederhananya adalah siswa sekolah yang juga bertanggung jawab terhadap kebersihan sekolah. Di Indonesia, kebersihan sekolah biasanya dibebankan secara penuh kepada petugas kebersihan. Namun di Jepang, semua orang yang ada di sekolah bertanggung jawab atas kebersihan sekolah.

Memang hal seperti di atas itu umum dilakukan, namun yang membedakan adalah pola didik masyarakat Jepang. Sejak dini, baik di rumah atau di sekolah, mereka diajarkan bagaimana bertanggung jawab terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan kepentingan publik. Di tempat kerja, karyawan yang tidak dapat memenuhi target kerjanya atau datang terlambat otomatis merasa malu akan tindakannya.

Maka, jarang sekali ditemui karyawan yang malas-malasan di Jepang. Salah satu poin penting dari etos kerja bangsa Jepang menurut Nanoha (2005) Idrus Affandi adalah pentingnya rasa malu. Apapun pekerjaannya, tanggung jawabnya bukan hanya pada perusahaan namun juga masyarakat, keluarga dan diri sendiri.

Contoh lain dari hubungan antara tanggung jawab dan malu bagi orang Jepang adalah pada event Asian Games 2018 lalu di Indonesia. Empat atlet tim basket Jepang kedapatan membayar jasa PSK setelah keluar dari restoran Jepang. Bahkan, keempatnya masih masih memakai seragam tim. Hal ini langsung menjadi pemberitaan di media Jepang dan keempatnya kemudian dipulangkan.

Sesampainya di Jepang, di Bandara Narita, keempat atlet ini meminta maaf di hadapan pers atas perbuatan mereka. Konsekuensi lain dari kejadian itu adalah dicoretnya nama mereka dari tim yang akan berlaga di Olimpiade 2020. Itulah salah satu bentuk budaya malu Jepang yang erat hubungannya dengan tanggung jawab.

Budaya Malu Sudah Ada Sejak Jaman Dulu

Pada masa Samurai, ksatria Samurai atau Bushi biasa melakukan ritual bunuh diri jika melakukan tindakan tidak terpuji selama mengabdi kepada majikannya. Atau juga jika tertangkap oleh musuh dan mengalami penyiksaan. Rasa malu dari hal-hal tadi sungguh tidak tertanggung. Jadi, mereka lebih baik mati bunuh diri dengan cara Seppuku daripada menanggung malu.

Seppuku sendiri adalah bunuh diri dengan cara menusukkan pisau ke perut kemudian merobeknya. Terdengar sangat kejam namun memang inilah jalan hidup Samurai. Mereka merasa terhormat dengan melakukan hal itu. Pada tahun 1873 atau di masa Restorasi Meiji, ritual ini dihapuskan. Namun, sampai sekarang dipercaya masih banyak orang Jepang yang bunuh diri karena tidak dapat menanggung malu.

Budaya malu Jepang yang sudah ada sejak zaman Edo rupanya membawa masyarakat Jepang menjadi seperti sekarang. Mereka menjadi orang-orang yang sangat berdedikasi, disiplin dan bertanggung jawab agar terhindar dari perbuatan yang bisa mendatangkan malu. Malu bagi orang Jepang bisa sampai tak tertahankan dan menyita pikiran.

Hal-Hal yang Bisa Membuat Malu Orang Jepang

Ada banyak hal yang bisa mendatangkan rasa malu bagi orang Jepang. Walaupun sebenarnya hal-hal yang akan diulas ini adalah hal yang juga mendatangkan malu untuk orang pada umumnya, bagi orang Jepang kadar malu yang ditimbulkan lebih berat. Berikut ini penjelasannya:

1. Melanggar Norma

Norma-norma yang ada di masyarakat Jepang cukup beragam mulai dari norma sosial hingga norma adat. Kesemuanya itu tidak boleh dilanggar karena akan mendatangkan malu. Misalnya, seseorang yang mengotori Onsen atau tempat pemandian dianggap melakukan tindakan tidak terpuji. Hal seperti ini menunjukkan ia tidak bertanggung jawab dan sudah selayaknya malu karena kesalahannya.

2. Bermalas-Malasan

Tidak ada toleransi bagi orang yang suka bermalas-malasan di Jepang. Sejalan dengan budaya malu, etos kerja di Jepang yang tinggi bukanlah untuk seorang pemalas. Semua orang harus bekerja keras dengan integritas tinggi, disiplin, produktif, dan loyal.

3. Tidak Disiplin

Karena kedisiplinan sudah diajarkan dengan keras sejak kecil, maka di Jepang seorang yang tidak disiplin akan dianggap memalukan. Misalnya, seorang siswa yang tidak mengerjakan tugas tepat pada waktunya atau karyawan yang sering terlambat ke kantor. Tidak ada ruang untuk alasan karena semuanya seharusnya bisa direncanakan dan diperhitungkan.

4. Berbuat Tidak Jujur

Pejabat negara yang korupsi sangatlah memalukan di Jepang. Jika terbukti melakukan korupsi, sanksi sosial dan hukumnya sangat berat. Berbeda dengan di Indonesia yang menganggap tertangkap saat korupsi adalah musibah. Di Jepang tindakan korupsi merupakan aib besar karena uang rakyat tidak seharusnya dicuri.

5. Gagal Mencapai Tujuan

Di Jepang, seseorang yang telah diberi kepercayaan mengerjakan sesuatu tapi tidak bisa memenuhinya akan sangat malu. Bagi pejabat, seringkali berujung pada pengunduran diri dan pengembalian gaji. Gagal mencapai tujuan artinya tidak bisa mengemban amanah karena ketidakmampuan diri. Rasa malu dari perbuatan ini sangat besar.

Budaya malu Jepang yang mengakar menjadikan masyarakatnya orang-orang yang penuh tanggung jawab dan berdedikasi tinggi. Walaupun pada beberapa kasus rasa malu sering berujung pada menyalahkan diri sendiri secara berlebihan dan berujung bunuh diri. Namun, terlepas dari semua itu, sudah selayaknya rasa malu akan tindakan tidak terpuji diamalkan oleh semua orang.

Baca juga: Sudah Bukan Hal yang Asing Lagi, Serunya Budaya Jepang di Indonesia yang Bisa Kamu Ikuti

Penulis

WeXpats
Di sini kami menyediakan artikel yang mencakup berbagai informasi yang berguna tentang kehidupan, pekerjaan, dan studi di Jepang hingga pesona dan kualitas Jepang yang menarik.

Sosial Media ソーシャルメディア

Kami berbagi berita terbaru tentang Jepang dalam 9bahasa.

  • English
  • 한국어
  • Tiếng Việt
  • မြန်မာဘာသာစကား
  • Bahasa Indonesia
  • 中文 (繁體)
  • Español
  • Português
  • ภาษาไทย
TOP/ Budaya Jepang/ Kehidupan orang Jepang/ Budaya Malu Jepang, Bikin Rakyatnya Menjadi Sangat Disiplin

Situs web kami menggunakan Cookies dengan tujuan meningkatkan aksesibilitas dan kualitas kami. Silakan klik "Setuju" jika Anda menyetujui penggunaan Cookie kami. Untuk melihat detail lebih lanjut tentang bagaimana perusahaan kami menggunakan Cookies, silakan lihat di sini.

Kebijakan Cookie