Budaya Politik Jepang: Mengenal Perpolitikan di Negeri Sakura

WeXpats
2020/09/09

Jepang merupakan Negara yang masih menganut sistem monarki konstitusional dalam dunia perpolitikannya. Sistem ini membuat Jepang memiliki kepala pemerintahan yang dipegang oleh Kaisar. Pada kesempatan kali ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai dunia perpolitikan serta budaya politik Jepang untuk menambah wawasan dunia politik.

Daftar Isi

Perkembangan Politik Jepang Era Modern

Budaya Politik Jepang Menghadapi Korupsi

Budaya Politik Masyarakat dalam Fenomena Pengunduran Diri di Kalangan Pejabat Jepang

Nilai-Nilai Politik Jepang

Perkembangan Politik Jepang Era Modern

Sistem monarki konstitusional yang dianut oleh Negara Jepang berarti kepala negaranya dipegang oleh seorang Kaisar. Meskipun begitu, kekuasaan tertinggi sekarang berada ditangan Perdana Menteri yang dipilih langsung oleh masyarakat Jepang, Kaisar merupakan pemersatu dan wajah Negara. Perkembangan dan budaya politik Jepang era Modern dilihat dari 4 era berikut ini.

1. Era Meiji (1868-1912)

Budaya politik Jepang pada era Meiji merupakan era dimana Jepang mengalami masa transisi yang sangat signifikan. Di bawah kepemimpinan Kaisar Mutsuhito ini, Jepang mengalami transisi budaya politik yang awalnya dari feodal tertutup menjadi industri maju. Selain itu, paradigma perpolitikan juga telah berubah ke arah modern dengan kekuatan yang besar.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam berbagai aspek ini tidak lepas dari pengaruh budaya Barat. Filosofi, seni, teknologi hingga ilmu pengetahuan semuanya diadopsi dari Negara Barat. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan besar yang mempengaruhi struktur sosial, politik, ekonomi dan militer di Jepang.

2. Era Taishô (1912-1926)

Setelah era Meiji berakhir, Kekaisaran Jepang kembali dilanjutkan oleh Pangeran Yoshihito yang merupakan anak dari Kaisar Meiji. Sebagai pemegang estafet Kekaisaran, Pangeran Yoshihito kurang maksimal dalam melaksanakan tugas kekaisaran selama pemerintahannya. Pada era ini kekuatan politik sebagian besar dikendalikan oleh anggota parlemen dan partai demokratik yang ada saat itu.

Budaya politik Jepang pada era Taishô ini bisa dibilang sangat buruk dibanding era sebelumnya. Kekuatan politik yang tidak bisa dikendalikan justru memicu munculnya gerakan liberal yang mengubah sistem pemerintahan. Gerakan ini lebih dikenal dengan Demokrasi Taishô. Memasuki tahun 1920 an, sistem pemerintahan Jepang mengalami perubahan menjadi demokratis.

3. Era Shôwa (1926-1989)

Melihat dari tahunnya, era Shôwa adalah sistem perpolitikan dengan waktu terpanjang dibanding era-era sebelumnya. Era Shôwa dipimpin oleh Kaisar Hirohito yang berbanding terbalik dengan era Taishô. Sebelum 1945, Kaisar Hirohito membawa perpolitikan Jepang menjadi bersifat militer, ultranasionalis dan juga fasis. Jepang bahkan memberikan pengaruh besar dalam menginvansi China tahun 1937.

Pada era ini Jepang berhasil mengambil bagian dalam Perang Dunia II namun harus menelan kekalahan oleh kekuatan asing secara perdana. Jepang hidup dalam masa penjajahan selama 7 tahun dan menciptakan reformasi demokratis. Hal ini membuat status Kaisar sebagai Dewa dihilangkan dan berubah menjadi monarki konstitusional.

Jepang kemudian bebas dari penjajahan bangsa asing berdasarkan perjanjian San Fransisco tahun 1952 dan ekonomi Jepang semakin membaik setelah perang. Pada era Shôwa, terjadi dua perubahan sistem perpolitikan Jepang yang memberikan pengaruh besar terhadap Negara ini yakni pra-1945 dan pasca-1945.

4. Era Heisei (1989-2019)

Setelah runtuhnya era Shôwa, Kekaisaran Jepang kembali dilanjutkan di bawah pimpinan Kaisar Akihito. Era Heisei yang merupakan era setelah budaya politik Jepang mengalami transisi sistem pemerintahan menjadi monarki konstitusional. Kaisar Jepang yang pada era Shôwa (pra-1945) dianggap titisan dewa dan berkuasa penuh terhadap perpolitikan kini tidak lagi memiliki kekuatan politik.

Kini Kaisar hanya sebagai pemersatu rakyat dan simbol Negara tanpa peran nominal dalam pemerintahan seperti sebelumnya. Kaisar Jepang berada di bawah batasan konstitusi dan nasihat dari kabinet dalam pelaksanaan tugasnya. Kini Kaisar tidak lagi bisa menolak tugas yang ditujukan kepadanya berdasarkan persyaratan undang-undang atau konstitusi.

5. Era Reiwa (2019-sekarang)

Setelah era Heisei, kekaisaran Jepang kembali dilanjutkan dengan Kaisar Naruhito. Kaisar Akihito menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya setelah memangku jabatannya selama 30 tahun di umurnya yang ke-85 tahun. Ditentukannya nama era kekaisaran baru ini menandai dimulainya era baru di Jepang.

Budaya Politik Jepang Menghadapi Korupsi

Budaya politik Jepang dengan negara-negara lain memiliki perbedaan yang cukup besar. Jepang merupakan Negara yang memegang teguh budaya malu dan jujur dalam berbagai aspek kehidupannya tidak terkecuali dalam dunia politik. Tanpa ada institusi khusus mengenai korupsi, Jepang masih memiliki pengaruh besar dalam perlawanan anti korupsi.

Jika di Negara lain, pelaku korupsi dikenakan pasal atau konstitusi terkait korupsi maka di Jepang berbeda. Di Jepang sanksi sosial adalah hukuman paling fatal yang diperoleh oleh pelaku korupsi. Penanganan nyata terhadap pelaku korupsi di Jepang adalah bunuh diri, bullying, kontrol sosial, shaming and naming.

Bahkan pada era Meiji, pelaku korupsi dalam skala kecil bahkan sudah diwajibkan bunuh diri. Penanganan terhadap korupsi di Jepang didasarkan pada nilai-nilai tradisional dan budaya Jepang sendiri. Kasus korupsi dilatarbelakangi oleh ruang yang diberikan pemerintah. Pemerintah Jepang tidak memberikan ruang bagi pelaku korupsi dengan memberlakukan hukuman berat.

Budaya politik masyarakat Jepang terhadap korupsi sangat tinggi terbukti dengan menerapkan semangat Samurai dalam penanganan korupsi. Dimana jika ketahuan melakukan korupsi maka diberi pilihan untuk mengundurkan diri atau bunuh diri. Masyarakat Jepang memiliki kesadaran tinggi untuk tidak melakukan hal yang merugikan negaranya.

Budaya Politik Masyarakat dalam Fenomena Pengunduran Diri di Kalangan Pejabat Jepang

Cara pandang masyarakat Jepang terhadap pengunduran diri di kalangan pejabat di negeri sakura jauh berbeda dengan cara pandang masyarakat lain. Budaya politik Jepang dalam memandang fenomena pengunduran diri tersebut merupakan contoh nyata yang patut ditiru. Dalam politik Jepang terdapat satu karakter yang sangat dipegang teguh yakni ‘Ksatria politik’.

Ksatria politik adalah sebutan bagi pejabat yang mengundurkan diri dari jabatannya yang merupakan tanggung jawabnya. (*)Dalam penelitian yang ditulis Yusy dan Ayu, budaya politik Jepang dalam fenomena pengunduran diri tersebut merupakan pengawetan selektif terhadap kultur leluhur.

Hal ini sudah menjadi ideologi dan hegemoni di masyarakat Jepang. Jadi mereka yang melanggar harus siap berhadapan dengan sanksi sosial yang berlaku di masyarakat. Sanksi sosial dianggap menjadi penghakiman yang paling ampuh.

Nilai-Nilai Politik Jepang

Nilai-nilai budaya politik Jepang secara umum didasarkan pada politik tradisional yang juga merupakan nilai-nilai budaya yang diterapkan dalam perpolitikan Negara. Salah satu nilai yang diterapkan adalah nilai sosial dimana hubungan antar manusia lebih utama daripada ideologi.

  • Pertama, nilai yang dipegang politik Jepang adalah membangun kesadaran komunitas atau kelompok yang kuat. Beberapa waktu lalu, Jepang mengalami kelangkaan sumber daya yang membuat pemerintah harus tetap mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Membangun kesadaran komunitas adalah langkah untuk membangun kembali Negara. Masyarakat Jepang yang terkenal dengan rasa pengorbanan diri dan dedikasi komunitas yang kuat kepada sesama membuat mereka melangkah cepat.

  • Kedua, membangun hubungan hierarki (pekerjaan, senioritas, pendidikan) dimana hubungan antar manusia diprioritaskan.

  • Ketiga, pembangunan konsensus untuk memelihara solidaritas dan harmoni antara satu kelompok dengan kelompok lain dan bekerja sama menghadapi konflik internal.

Itulah informasi seputar budaya politik Jepang dan segala lika-liku didalamnya yang menjadi pembahasan kali ini. Secara umum budaya politik yang dipegang masyarakat adalah bersumber dari nilai-nilai budaya yang berlaku di masyarakat.

Baca juga: Hidup di Jepang, Jangan Lupa Bayar Pajak! Bagaimana Sistemnya?

Penulis

WeXpats
Di sini kami menyediakan artikel yang mencakup berbagai informasi yang berguna tentang kehidupan, pekerjaan, dan studi di Jepang hingga pesona dan kualitas Jepang yang menarik.

Sosial Media ソーシャルメディア

Kami berbagi berita terbaru tentang Jepang dalam 9bahasa.

  • English
  • 한국어
  • Tiếng Việt
  • မြန်မာဘာသာစကား
  • Bahasa Indonesia
  • 中文 (繁體)
  • Español
  • Português
  • ภาษาไทย
TOP/ Kehidupan di Jepang/ Rumah dan Kehidupan di Jepang/ Budaya Politik Jepang: Mengenal Perpolitikan di Negeri Sakura

Situs web kami menggunakan Cookies dengan tujuan meningkatkan aksesibilitas dan kualitas kami. Silakan klik "Setuju" jika Anda menyetujui penggunaan Cookie kami. Untuk melihat detail lebih lanjut tentang bagaimana perusahaan kami menggunakan Cookies, silakan lihat di sini.

Kebijakan Cookie