Setiap negara memiliki cara mengungkapkan perasaan cinta. Begitu juga dengan Negara Jepang. Cara pengungkapan dan menjalin asmara di Jepang tentu berbeda dengan negara lain. Bahkan bisa dibilang ada banyak hal unik yang dilakukan orang-orang Jepang ketika menjalin hubungan.
Jepang memang terkenal dengan negara yang memiliki banyak keunikan. Mulai dari budaya, hingga kehidupan cinta. Ada banyak hal seputar asmara yang ada di Negara Matahari Terbit tersebut namun tidak ada di negara lainnya. Berikut ini merupakan beberapa fakta unik mengenai cinta di Jepang:
Daftar Isi
- Cara Orang Jepang Mengungkapkan Cinta
- Memulai Kisah Asmara dari Omiai (Perjodohan)
- Jasa Pemutus Pasangan
- Budaya Berkencan di Jepang
Cara Orang Jepang Mengungkapkan Cinta
Dalam budaya Jepang, seseorang baru bisa mengencani orang lain jika terlebih dahulu melakukan pengakuan atau kokuhaku. Tidak hanya itu, pengakuan cinta pun tidak bisa dilakukan sembarangan.
Ketika pria atau wanita Jepang mengungkapkan perasaannya, penggunaan kata ai atau cinta jarang sekali digunakan. Sebaliknya, orang Jepang akan menggunakan kata suki yang artinya suka. Pada umumnya ketika orang Jepang mengungkapkan perasaan, kalimat yang digunakan adalah kimi ga suki yang berarti “aku menyukaimu”.
Kalimat aishiteru yang artinya “aku mencintaimu” hanya akan digunakan untuk orang yang benar-benar spesial seperti suami dan istri atau keluarga. Jika tujuan pengakuan cinta hanya untuk berkencan, maka kalimat tadi hampir tidak pernah digunakan.
Selain suki dan ai ada juga cara pengakuan yang sedikit berbeda. Pria di Jepang terkadang menggunakan kalimat tidak langsung atau kiasan untuk mengungkapkan cinta.
Kiasan yang paling terkenal dan sering digunakan saat menyatakan cinta adalah tsuki ga kirei yang secara harfiah artinya “bulan itu indah”. Namun, arti sebenarnya dari kalimat ini adalah “aku menyukaimu”
Artikel Pilihan
Memulai Kisah Asmara dari Omiai (Perjodohan)
Berbicara mengenai dunia asmara di Jepang, tentu saja omiai tidak bisa dilupakan. Jika di negara lain perjodohan merupakan hal kuno yang ketinggalan zaman, budaya perjodohan atau omiai masih tetap dilaksanakan di Jepang.
Bahkan, sebagian orang cenderung lebih percaya pada omiai dibanding mencari jodoh sendiri. Omiai biasanya dilakukan oleh pria atau wanita yang merasa usianya sudah sedikit terlambat.
Di Jepang sendiri, usia ideal untuk menikah bagi wanita adalah 25 tahun, sedangkan untuk pria 30 tahun. Ketika melebihi batas usia biasanya wanita dan pria Jepang merasa resah, terutama wanita. Hal ini dikarenakan ada istilah yang menyebutkan bahwa wanita itu seperti tahun seperti kue natal, alias tidak enak jika melewati 25. Maka dari itu, omiai dilaksanakan.
Sebelum melaksanakan omiai, wanita atau pria Jepang akan mendaftarkan diri ke biro omiai terlebih dahulu. Setelah mengisi biodata atau identitas, barulah omiai bisa dilaksanakan.
Pada saat jalannya omiai, selain pasangan yang tengah dijodohkan turut hadir pula orang tua dari kedua belah pihak. Hal ini dilakukan karena pernikahan juga menyangkut keluarga, bukan hanya pasangan saja. Jika dirasa telah ada kecocokan, pasangan dari omiai bisa melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius.
Meskipun terdengar kuno dan ketinggalan zaman, faktanya pasangan yang menikah karena omiai justru lebih awet dibanding dengan pasangan yang berkencan terlebih dahulu.
Jasa Pemutus Pasangan
Kehidupan asmara orang Jepang memang unik dan menarik untuk diikuti. Selain terdapat omiai yang merupakan penyatuan dua insan, terdapat pula jasa pemutus pasangan. Wakaresaseya adalah sebutan untuk jasa ini.
Selain memutuskan hubungan, biro ini juga bersedia untuk menyelidiki perselingkuhan dan memutuskannya. Biasanya orang Jepang harus berpikir dua kali sebelum menggunakan jasa wakaresaseya. Hal ini dikarenakan biaya penyewaan jasa ini tergolong sangat mahal.
Hal ini tidak mengherankan mengingat agen wakaresaseya membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit untuk melakukan investigasi sebelum melancarkan rencana memutuskan hubungan yang diminta klien. Dalam proses memutuskan hubungan, biasanya agen akan bergerak dalam satu kelompok.
Modus operandi dari agen wakaresaseya kurang lebih adalah sebagai berikut:
Misalnya pria bernama Shin ingin agar istrinya putus dengan selingkuhannya. Ia pun menghubungi agen wakaresaseya, Takeda untuk membantunya. Salah satu agen wakaresaseya akan mengawasi gerak-gerik istri Shin, Nanako dan memetakan karakter, kebiasaan dan sifatnya.
Setelah mendapat data yang dibutuhkan agen lain yang bernama Ruka akan diutus menjadi teman Nanako untuk menjalin pertemanan. Nantinya, Nanako akan mengenalkan Ruka pada selingkuhannya. Kemudian wakaresaseya akan kembali mengirim agen, Oomi kepada selingkuhan Nanako untuk menjadi temannya dan menanyakan preferensi orang yang disukainya.
Rencana berlanjut ketika ada agen wakaresaseya terakhir, Ume yang kemudian datang dengan tujuan menggoda. Saat selingkuhan Nanako jatuh cinta pada Ume dan memutuskan Nanako, maka misi wakaresaseya dinyatakan sukses. Nantinya agen Ume akan perlahan pergi meninggalkan selingkuhan Nanako.
Dapat dilihat untuk bisa memutuskan hubungan seseorang, dibutuhkan empat agen dan waktu yang lama. Maka dari itu, biaya untuk jasa ini sangat mahal.
Budaya Berkencan di Jepang
Selain omiai dan jasa pemutus hubungan, masih ada beberapa kultur kehidupan asmara di Jepang yang menarik untuk diketahui. Dari sekian banyak budaya mengenai kehidupan percintaan orang Jepang, yang paling menggelitik tentu budaya orang Jepang saat berkencan.
1. Bayar Masing-Masing
Di sebagian negara, ketika pria dan wanita berkencan, ada kebiasaan untuk mentraktir pasangan saat makan. Hal ini merupakan norma yang umum di berbagai negara di belahan dunia. Namun, budaya ini tidak berlaku di Jepang.
Saat berkencan, pria atau wanita di Jepang selalu membagi tagihan. Jarang sekali terlihat salah satu pihak membayar semua tagihan, seperti pasangan pada umumnya. Hal ini bukan dikarenakan pria atau wanita Jepang pelit. Jepang terkenal dengan budaya balas budi, sehingga pria maupun wanita tidak mau saling memberatkan dan tidak ingin merasa punya hutang. Namun seiring berjalannya waktu, budaya ini juga semakin terkikis.
2. Merayakan Valentine dan Natal
Di Jepang hari Natal merupakan hari untuk menghabiskan waktu bersama pasangan. Begitu juga dengan hari Valentine. Hari ini dianggap sebagai hari untuk membuat pengakuan cinta. Biasanya wanita Jepang akan memberikan cokelat kepada pria yang disukainya. Cokelat tersebut disebut honmei.
Pria yang menerima cokelat dari wanita, nantinya akan membalas hadiah tersebut pada white day sebulan kemudian. Di kedua hari tersebut, biasanya pasangan di Jepang merayakannya dengan cara berkencan.
3. Tidak Mengumbar Kemesraan di Tempat Umum
Orang Jepang jarang sekali mengumbar kemesraan di tempat umum. Meskipun sedang kencan, pasangan di Jepang tidak akan menunjukan kemesraan seperti berpelukan atau berciuman. Hal tersebut dikarenakan orang Jepang sangat menghargai privasi.
Selain itu, sebagian orang di Jepang menganggap jika mengumbar kemesraan di depan umum merupakan tindakan yang kurang bermoral. Lagi pula, banyak orang merasa tidak nyaman jika melihat pasangan bermesra-mesraan.
Kehidupan asmara di setiap negara memang sangat unik dan menarik. Sama halnya dengan di Jepang. Berbagai budaya dan kebiasaan membuat percintaan di Jepang berbeda dengan negara lain, terutama di negara-negara barat.
Meskipun memiliki banyak perbedaan, namun satu hal yang pasti dimanapun negara tersebut berada, cinta tidak akan bisa berjalan tanpa adanya komunikasi. Jadi, pastikan selalu komunikasikan segala hal dengan pasangan. Dengan begitu, tidak akan ada salah paham yang bisa menyebabkan retaknya suatu hubungan.