Jepang tak hanya diselimuti teknologi canggih, namun penuh juga dengan ritual dan festival yang memiliki cerita legenda pada latar belakangnya. Salah satunya adalah Tanabata, yang merupakan legenda tentang orihime. Sampai sekarang, festival ini masih terus diselenggarakan dengan meriah. Berbalut warna-warni modernitas, menjadikan Jepang semakin menjadi negara yang unik.
Daftar Isi
- Tahukah Kalian tentang Tanabata?
- Siapa Orihime?
- Orihime dan Festival Tanabata
- Ragam Harapan dalam Tanabata
Tahukah Kalian tentang Tanabata?
Arti dari tanabata adalah ‘malam ke-7’. Beberapa referensi juga mengatakan kata ini diartikan sebagai malam tanggal 7 di bulan ke 7. Itulah salah satu sebab logis mengapa festival ini diselenggarakan di bulan Juli. Meskipun beberapa festival pendampingnya seperti Sendai Tanabata, terkadang diselenggarakan di bulan Agustus.
Berbagai alasan pemilihan bulan penyelenggaraan Tanabata juga beragam di beberapa daerah. Meskipun bulan asli Tanabata adalah bulan 7 atau tanggal 7, ada daerah di Jepang yang melaksanakan di tanggal 6 atau 8 bulan Juli. Jika tidak, pelaksanaan festival dilakukan 3 hari berturut-turut sejak tanggal 6 sampai 8 bulan Juli.
Festival ini sangat terkait dengan kisah orihime, sosok perempuan penenun dan pekerja keras yang mendapat hukuman dari dewa langit, yang tidak lain adalah ayahnya sendiri. Hukuman diberikan karena anaknya menjadi malas bekerja.
Maka di satu sisi, festival ini diselenggarakan untuk memeriahkan sebuah hari yang menjadi momen pertemuan sang putri dewa langit dan pasangannya, Hikobishi. Di sisi lain, festival ini adalah sebuah pengingat bagi banyak orang agar rajin bekerja. Momen mengingat pentingnya bekerja ini diikuti dengan berbagai doa yang dipanjatkan ke dewa.
Terkait pula dengan hal ini, masyarakat Jepang memiliki kebiasaan menghias bambu, yang dianggap sebagai tempat menyimpan roh atau tempat dewa berdiam. Maka pada hari Tanabata, akan terlihat ornamen-ornamen dari bambu yang menghiasi rumah-rumah. Bambu akan dihias warna-warni, yang melambangka benang tenun lima warna.
Kepercayaan masyarakat Jepang adalah, pada zaman dahulu benang tenun tersebut nantinya akan berubah menjadi kain sutra. Namun karena benang tenun cukup mahal, maka masyarakat Jepang saat ini menggantinya dengan kertas warna-warni. Selain kertas warna mudah didapat dan dibeli, kertas juga bisa lebih mudah dihias agar sesuai dengan makna Tanabata.
1. Tanzaku
Kertas-kertas tersebut dikenal dengan nama Tanzaku. Selembar kertas tipis tersebut dibuat dari lapisan bambu atau kayu. Pada saat festival Tanabata, masyarakat Jepang akan memanfaatkan momen ini dengan banyak berdoa. Kertas-kertas Tanzaku ini akan diisi atau dituliskan dengan permohonan yang dipanjatkan.
Pada saat festival, masyarakat kemudian menggantungkan kertas permohonan tersebut di pohon-pohon bambu. Penggunaan kertas ini memang semakin populer sejak produksi dan penggunaan kertas meningkat di zaman Edo. Setiap kertas akan memiliki warna berbeda. Warna tersebut melambangkan apa harapan yang dipanjatkan.
2. Mi putih "Somen"
Selain memanjatkan harapaan dengan menggantungkan kertas-kertas, pada festival Tanabata biasanya juga tersedia makanan khas seperti mi somen. Kuliner khas Jepang ini merupakan mi berwarna putih yang memiliki tekstur sangat lembut, dan biasa disajikan dingin. Mi somen dapat dinikmati dengan berbagai macam sayuran dan topping daging. Irisan daun bawang dan jamur atau daging sapi cincang menjadi topping favorit ketika menikmati sajian ini. Kelembutan dan kelezatan inilah yang dikaitkan dengan festival Tanabata dan pasangan yang bertemu di bima sakti, bahwa menikmati mi somen yang lezat serasa terbang hingga ke bima sakti.
Artikel Pilihan
Siapa Orihime?
Penyelenggaraan festival ini ternyata juga bukan sekadar aktivitas meriah belaka. Ada legenda tentang seseorang bernama Orihime, yang menjadi latar belakang diselenggarakannya festival ini. Seorang ahli tenun dipercaya tinggal di bagian barat Bima Sakti. Selain itu, ada pula seorang pekerja yang rajin bernama Hikoboshi.
Baik Orihime maupun Hikoboshi adalah orang yang sangat rajin dan pekerja keras. Keduanya bekerja tanpa mengenal waktu dan lelah fisik untuk menghidupi kesenangan dirinya sendiri. Meskipun sang putri adalah seorang anak dewa langit. Hikoboshi bekerja sebagai peternak sapi, dan tinggal di wilayah timur Bima Sakti.
Keduanya bertemu dan saling jatuh hati. Dewa langit akhirnya merestui hubungan mereka sampai menikah. Namun demikian, setelah menikah keduanya justru menjadi kurang gigih seperti sebelum menikah. Keduanya selalu menghabiskan waktu berdua di rumah saja. Dewa langit pun akhirnya mengetahui perilaku anak dan menantunya yang kini tidak mau lagi bekerja keras seperti sebelum menikah. Dewa langit marah, dan memisahkan keduanya.
Orihime dan Festival Tanabata
Kemarahan Dewa langit membuatnya mengambil keputusan memisahkan putrinya dan Hikoboshi ke seberang Bima Sakti. Namun demikian, Dewa langit memberikan kelonggaran karena tidak tega dengan kesedihan yang diderita putrinya
Dewa langit pun memberikan syarat, pada setiap tanggal atau hari ke-7 di bulan ke-7, keduanya boleh bertemu asalkan mau bekerja keras seperti sebelumnya. Namun pertemuan itu hanya diizinkan satu malam saja, yaitu pada malam Tanabata, melintasi Bima Sakti menggunakan sayap burung murai.
Legenda tersebut dipercaya menjadi latar belakang diselenggarakannya Tanabata, malam di mana Orihime diizinkan bertemu Hikoboshi. Dalam setahun keduanya hanya bertemu sekali. Maka tak heran jika banyak doa dan pengharapan yang dipanjatkan dalam waktu yang singkat itu.
Maka ketika melihat festival ini ketika berkunjung ke Jepang, kemeriahannya akan berpadu dengan banyak doa-doa yang dipanjatkan. Doa-doa tersebut digantungkan menggunakan kertas warna-warni yang melambangkan permintaan masing-masing di pohon bambu, pohon tempat berdiamnya para dewa.
Ragam Harapan dalam Tanabata
Beragam harapan dipanjatkan pada festival ini sebagai ungkapan syukur karena permohonan Orihime yang akhirnya dikabulkan sang ayah, juga atas waktu singkat yang dimiliki. Doa dan harapan tersebut di antaranya:
1. Kamiko
Salah satu harapan yang dipanjatkan adalah Kamiko, yang sangat erat kaitannya dengan legenda sang gadis penenun. Harapan ini berisi keinginan khusus agar seseorang memiliki keterampilan menjahit dan menenun, atau agar keterampilan menjahitnya meningkat.
2. Kinchaku
Doa berikutnya adalah Kinchaku, yang mengharapkan agar mereka yang berdoa dapat menghemat uang. Harapan ini juga dilandasi cerita pasangan pekerja keras di Bima Sakti. Kerja keras yang dilakukan oleh kebanyakan orang saat ini untuk mendapatkan uang, diharapkan tidak terbuang sia-sia karena berubah menjadi malas dan boros.
3. Toami
Doa ini dipanjatkan kebanyakan oleh para nelayan, dengan harapan semoga mendapatkan tangkapan yang bagus. Nelayan juga perlu bekerja keras agar mendapatkan hasil ketika kembali ke darat.
4. Kuzukago
Harapan ini sedikit unik karena menginginkan agar barang-barang yang dimiliki tetap terjaga rapi dan tidak mudah rusak. Rupanya semua juga terkait dengan legenda pasangan yang sangat rajin tersebut. Selain bekerja keras, pekerjaan keduanya identik dengan sebuah penjagaan dan kerapian.
5. Fukinagashi
Doa berikutnya yang sering dipanjatkan adalah sangat spesifik, yaitu semoga memiliki kepandaian menenun yang persis seperti Orihime. Rupanya kepiawaian menenun sudah diidentikkan dengan tokoh dalam legenda ini. Sehingga siapapun yang ingin bisa menenun, akan secara otomatis dikaitkan dengan keterampilan putri Dewa langit tersebut.
Legenda Orihime yang melatarbelakangi Festival Tanabata telah tersohor di seantero Jepang. Meskipun dalam dunia modern banyak penyesuaian yang dilakukan, namun makna pemanjatan harapan tetap dilakukan sebagai ritual yang khas.