Jodoh memang menjadi rahasia Tuhan, akan tetapi untuk menemukannya juga diperlukan usaha. Salah satunya dengan mengikuti tradisi Omiai atau perjodohan yang umum dilakukan di Jepang. Proses Omiai cukup singkat, sehingga sangat dianjurkan bagi peserta yang memang kurang memiliki banyak waktu untuk mencari jodoh.
Daftar Isi
- Apa Itu Omiai?
- Jenis-jenis Omiai
- Alur Pelaksanaan Omiai
- Persamaan Adat Pernikahan Jepang dan Indonesia
Apa Itu Omiai?
Jepang mempunyai tradisi perjodohan bagi seorang lajang dan siap untuk menikah, yang dikenal dengan istilah Omiai. Tradisi ini juga bisa diikuti oleh warga asing yang menetap di Negeri Sakura. Adanya Omiai diadakan sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan pernikahan dan angka kelahiran bayi. Kesibukan dalam bekerja termasuk dalam penyebab menurunnya angka pernikahan di Jepang.
Proses Omiai melibatkan pemuka agama atau Nakodo maupun agensi khusus. Nakodo berperan sebagai perantara antara keluarga peserta laki-laki dan perempuan. Dalam sistem Omiai ini, kedua keluarga akan diberikan kesempatan untuk saling mengenal melalui pertemuan singkat. Peserta diberikan hak sepenuhnya dalam mengambil keputusan untuk lanjut atau tidak.
Artikel Pilihan
Jenis-jenis Omiai
Sekitar lebih dari 40% penduduk Jepang menikah diawali dengan perjodohan, baik yang diatur oleh orang tua maupun biro jodoh. Hal tersebut sangat wajar terjadi di Jepang, terutama bagi wanita dan pria yang telah siap menikah dan terlalu sibuk mencari jodoh sendiri. Berikut beberapa jenis Omiai sebagai tambahan informasi bagi pembaca:
1. Diperkenalkan Melalui Orang Tua
Omiai yang dilakukan dengan perantara orang tua sebetulnya hampir sama sistemnya seperti di Indonesia. Kedua keluarga akan bertemu dan memperkenalkan putra dan putri. Sebagaimana yang diketahui, pernikahan melibatkan kedua keluarga sehingga pertemuan tersebut sangat penting. Bila dirasa cocok, maka pasangan yang dijodohkan bisa bertemu kembali tanpa diikuti orang tua.
2. Diperkenalkan Melalui Biro Jodoh
Apabila melibatkan biro jodoh, kedua pasangan masing-masing akan diberikan informasi dari biro jodoh. Kemudian dilakukan pertemuan kedua belah pihak di tempat yang telah ditentukan. Pada momen ini, kedua calon diperkenankan mengobrol, meminta informasi dasar, dan memutuskan kelanjutan hubungan tersebut. Bila cocok, maka dilanjutkan dengan kencan singkat.
Setelah cukup mengenal pasangan, akan dilakukan pesta pernikahan. Sebagian orang mungkin menganggap perjodohan tersebut tidak akan berakhir bahagia sebab prosesnya terlalu singkat. Tetapi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sistem Omiai justru mampu menurunkan tingkat perceraian dibandingkan pernikahan yang dilakukan tanpa dijodohkan dahulu.
Alur Pelaksanaan Omiai
Pernikahan melalui perjodohan di Jepang pada dasarnya dirancang oleh kedua keluarga dengan negosiasi dalam melakukan pencocokan. Baik dalam hal keuangan, kesiapan, dan hal-hal lainnya yang mengarah pada pernikahan. Pernikahan yang diselenggarakan di berbagai negara tidaklah selalu sama, termasuk di Jepang yang memiliki alur pelaksanaan tertentu.
Seiring berlalunya waktu, pandangan penduduk Jepang tentang perjodohan mulai bergeser. Masyarakat kini mulai mengalihkan pandangannya dan lebih mengutamakan pernikahan dengan orang dikenal atau dicintai. Meski demikian, sekitar 5-6% masih mengikuti Omiai. Berikut alur pelaksanaan Omiai yang perlu diketahui pembaca:
1. Mendaftar di Biro Jodoh
Saat ini rata-rata usia pernikahan di Jepang adalah 29 untuk perempuan dan 31 untuk laki-laki. Menikah terlebih dahulu, kemudian mempunyai anak merupakan norma sosial yang diterapkan di negara ini. Bagi seseorang yang sibuk bekerja, mendaftar di biro jodoh menjadi alternatif yang memudahkan. Pemohon akan diminta untuk mengisi formulir dan menyertakan data diri.
2. Proses Tatap Muka
Untuk mengetahui seberapa cocok kedua belah pihak yang sudah melakukan pendaftaran, selanjutnya akan dilaksanakan pertemuan singkat. Terkadang proses tatap muka ini melibatkan orang tua, terutama bagi peserta yang gugup datang sendirian. Walau bagaimana pun, kedua keluarga tentu ingin saling mengenal sebelum memutuskan untuk mengadakan pernikahan.
Pada proses tatap muka pertama kali ini biasanya hanya berupa obrolan singkat dan pertukaran informasi umum. Tujuan utamanya adalah saling mengenal dan lebih akrab dengan obrolan ringan. Bila sebelumnya pertemuan dilakukan bersama ayah dan ibu, maka selanjutnya kedua peserta boleh bertemu tanpa orang tua. Pertemuan kedua ini lebih seperti kencan.
3. Menentukan Keputusan Akhir
Setelah mengikuti perjodohan, peserta bisa memberikan keputusan akhir untuk melanjutkan hubungan atau tidak. Apabila keduanya bersedia melanjutkan hubungan tersebut, maka akan disiapkan tanggal untuk pernikahan. Umumnya, pasangan yang dijodohkan akan melangsungkan acara nikahan beberapa bulan terhitung sejak pertemuan pertama.
4. Melangsungkan Pernikahan
Waktu mengenal yang singkat mungkin terdengar aneh bagi sebagian orang, akan tetapi hal ini wajar bagi pasangan yang dijodohkan. Alasan pertemuan sebelum menikah cukup singkat adalah biaya agensi yang lumayan mahal. Sehingga, biasanya peserta memutuskan untuk melakukan pertemuan singkat dan segera melangsungkan pernikahan bila dirasa cocok.
Orang awam mungkin akan timbul pertanyaan bagaimana kehidupan rumah tangga pasangan selanjutnya. Sebab, pertemuan singkat yang hanya dilakukan beberapa kali tentu kurang bisa digunakan untuk mengenal pasangan. Akan tetapi, tingkat perceraian di Jepang untuk pernikahan Omiai jauh lebih sedikit dibandingkan pasangan yang bersatu karena sudah saling mengenal.
Persamaan Adat Pernikahan Jepang dan Indonesia
Sebagaimana yang diketahui, sebagian warga Indonesia juga masih banyak yang menerapkan perjodohan untuk anaknya. Dijodohkan maupun tidak, pada akhirnya sebuah pasangan akan mengarah ke pernikahan. Umumnya adat pernikahan yang dilakukan orang Jepang tidak jauh berbeda dibandingkan Indonesia. Berikut beberapa persamaan dari proses pernikahan kedua negara tersebut:
1. Sistem Perjodohan
Sebagian orang tua di Indonesia terkadang juga membantu dalam proses pencarian pasangan untuk anaknya. Terutama bila tidak ingin sang anak terlalu lama membujang. Hal tersebut hampir sama dengan sistem Omiai yang berlaku di Jepang. Perbedaannya, untuk sistem Omiai perlu melibatkan Nakodo atau pemuka agama yang berada di daerah tersebut.
Pendaftaran dilakukan dengan melampirkan data diri termasuk foto dan kriteria calon pasangan. Selanjutnya pemohon akan diberikan data diri dari lawan jenis sebagai calon pasangan. Bila berkenan, maka Nakodo akan menjadwalkan pertemuan antar dua keluarga. Sedangkan di Indonesia biasanya pasangan akan dijodohkan langsung oleh orang tua atau teman.
2. Hadiah Pertunangan
Baik di Jepang maupun Indonesia sama-sama mempunyai adat memberikan hadiah pertunangan. Dalam bahasa Indonesia dikenal dengan peningset atau mas kawin pertunangan, sedangkan di Jepang disebut sebagai Yuinou. Biasanya di Indonesia pertunangan dilakukan dengan menukar cincin, bila dilangsungkan bersama nikahan maka barang pertukaran yang dibawa jauh lebih banyak.
Tradisi demikian juga dilakukan di Jepang, namun barang-barang yang dibawa berbeda. Selain cincin, kedua pasangan biasanya juga menyiapkan baju, kipas angin, makanan, wine, dan uang. Makanan yang dibawa berupa sushi, rumput laut, cumi kering, ikan, dan mochi. Pada saat acara pertunangan tersebut, calon mempelai pria akan menginap sebentar.
3. Tempat Resepsi
Sama seperti di Indonesia, resepsi bisa dilakukan di rumah maupun di gedung sewaan. Bila diadakan di rumah, maka resepsi tidak bisa menampung terlalu banyak tamu. Sehingga, resepsi sederhana ini dilakukan hanya untuk keluarga dan kerabat terdekat. Sedangkan, untuk resepsi di gedung membutuhkan biaya lebih banyak. Tetapi, fasilitas yang diperoleh jauh lebih baik.
Itulah pembahasan tentang Omiai, tradisi perjodohan yang masih sering dilakukan di Jepang hingga saat ini. Bisa disimpulkan bahwa Omiai merupakan janji temu yang diatur oleh agensi tertentu agar peserta bisa memperoleh pasangan yang cocok. Selanjutnya keputusan bisa diambil untuk melanjutkan pernikahan dan memulai kehidupan rumah tangga.