Masyarakat Jepang dikenal sebagai orang yang sangat menghargai pekerjaan dan pengabdian. Hal itu tercermin dari budaya kerja di Jepang yang mengedepankan etos kerja tinggi. Hal itu berlaku juga untuk perusahaan-perusahaan Jepang yang ada di seluruh dunia.
Banyak orang yang bergidik membayangkan betapa ketatnya pola kerja di perusahaan Jepang. Namun begitu, tak sedikit yang bermimpi ingin bekerja di Jepang. Ada baiknya mengetahui dulu seperti apa budaya kerja di Jepang yang bisa jadi sangat berbeda dengan di negara asal. Artikel kali ini akan menguliknya.
Asal Muasal Budaya Kerja di Jepang
Jepang dikenal sebagai negara yang “doyan kerja”. Hal ini tidak terjadi secara tiba-tiba melainkan ada asal usulnya mengapa bangsa Jepang bisa seperti ini. Kembali ke era restorasi Meiji yang dipimpin oleh Kaisar Hirohito, Kerajaan Jepang sangat makmur sampai bisa menghidupi semua rakyatnya. Namun, hal ini justru malah membuat rakyatnya biasa hidup enak dan cenderung tertutup pada dunia luar.
Maka, dikirimlah pelajar-pelajar Jepang untuk belajar ke luar negeri seperti Cina. Tujuannya untuk menimba ilmu, meniru, dan mengaplikasikan pengetahuan selama belajar ke luar negeri. Cina pada waktu itu sudah sangat maju dalam hal ilmu pengetahuan, penemuan, dan juga penulisan. Dari sinilah Jepang akhirnya membuka diri dan mengadaptasi filosofi kerja keras bangsa lain.
Titik baliknya adalah ketika terjadi perang dunia. Pada perang dunia 1, Pemerintah Jepang mengerahkan kekuatan militernya dengan semangat yang digaungkan oleh kekaisaran. Semangat itu adalah agar bisa mempertahankan negara dan juga mendapat kekuasaan seluas-luasnya. Ditanamkan dan didoktrinkan bahwa kerja keras tanpa kenal waktu dan sepenuh hati akan berbuah kemenangan.
Perang dunia 2 meletus dan angkatan militer Jepang membuktikan tingginya budaya kerja di Jepang. Bahkan, pilot-pilot Jepang rela mempertaruhkan nyawa demi negaranya. Walaupun Jepang akhirnya kalah, namun dunia tidak akan lupa betapa totalitas rakyat Jepang dalam bekerja membela apa yang mereka yakini. Kekalahan Jepang di perang dunia 2 sempat memukul pertahanan dan semangat masyarakat Jepang.
Tetapi, bangsa Jepang percaya bahwa prinsip-prinsip kerja yang telah ditanamkan sejak jaman nenek moyang akan membuat mereka kuat kembali. Prinsip yang pertama adalah Bushido yang merupakan prinsip utama seorang Samurai. Kedua, prinsip Keishan dimana seseorang harus kreatif, inovatif dan juga produktif. Ketiga adalah Kaizen, yaitu tepat waktu dalam menyelesaikan pekerjaan.
Artikel Pilihan
Pro Kontra Budaya Kerja di Jepang
Tidak bisa dipungkiri bahwa budaya kerja di Jepang yang dikenal keras ini berhasil mengantarkan Jepang menjadi negara maju. Sebuah negara yang pada perang dunia 2 dilumpuhkan di segala sektor, bisa bangkit dan menjadi panutan dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi. Ekonomi Jepang tumbuh pesat hingga membuatnya menjadi negara modern dan maju.
Pekerja Jepang rela lembur jika pekerjaan mereka belum selesai. Disiplin dan loyalitas pada perusahaan yang membuat mereka seperti ini. Oleh karena itu, mereka pantang pulang jika pekerjaan belum selesai. Pekerja Jepang juga malu jika pulang cepat karena akan dianggap tidak produktif. Walaupun terkesan kejam, namun bagi orang Jepang ini adalah bentuk pengabdian.
Tidak semua orang atau kalangan setuju dengan budaya kerja di Jepang. Pasalnya, sering terjadi kecelakaan kerja karena jam kerja dan beban kerja yang berlebihan. Belum lagi tekanan pekerjaan sering membuat pekerja Jepang stress, merasa kesepian, enggan punya anak, dan yang lebih parah adalah tingginya kasus bunuh diri.
Hampir selalu ada peningkatan jam kerja setiap tahunnya di Jepang. Hal ini memicu bertambahnya karyawan yang meninggal akibat kelelahan yang diakibatkan jam kerja berlebih. Khususnya pekerja di sektor-sektor konstruksi, layanan publik, kesehatan, dan perkapalan. Bahkan, orang Jepang jadi lupa bersosialisasi karena sibuk bekerja.
Budaya kerja seperti di atas memang terkesan kaku dan membuat stress. Semua serba teratur sesuai jadwal, makan hanya pada jam istirahat dan tidak ada obrolan selama bekerja. Hal-hal semacam inilah yang sering menimbulkan pro dan kontra menanggapi budaya kerja keras ala Jepang ini.
Pengaruh Budaya Kerja Terhadap Kemajuan Jepang
Seperti telah disinggung di atas, ketika Jepang tersungkur di segala sektor setelah kekalahan perang, mereka bangkit kembali. Salah satu kunci keberhasilan Jepang adalah dari budaya kerja dan prinsip-prinsip kerja yang tetap dipegang teguh masyarakat Jepang. Bahwa mereka harus bangkit, kembali disiplin, merapatkan barisan untuk mengejar ketertinggalan dan mengambil alih kendali.
Kemajuan Jepang ditandai dengan kemajuan teknologi dan ekonominya. Perusahaan Jepang di seluruh dunia mengedepankan teknologi dan budaya kerja yang sama yaitu disiplin dan loyal. Walaupun negara Jepang itu kecil, bahkan luas wilayahnya tidak lebih dari seperdua puluh lima Amerika, namun mereka mampu membuat negara besar lainnya angkat topi.
Kemajuan Jepang didasari oleh budaya yang mengakar kuat dalam setiap individu di Jepang. Sejak zaman Edo, Restorasi Meiji, dan hingga pemerintahan-pemerintahan selanjutnya, prinsip dan budaya tadi terus dipertahankan. Jepang membentuk sumber daya manusianya agar bisa terus mengamalkan prinsip dan budaya dalam segala aktifitas kesehariannya.
Maka pengaruh budaya kerja terhadap kemajuan Jepang sangat besar. Berkat kedisiplinan dan loyalitas yang tinggi, Jepang terus maju dan berkembang. Jepang tidak henti-hentinya membuat inovasi di bidang teknologi dan pengetahuan. Bahkan kabarnya, mereka telah siap menjadi masyarakat digital 5.0. Ini bukti kerja keras masyarakat Jepang.
Mengenal HoRenSo, Budaya Kerja di Jepang
HoRenSo merupakan konsep paling dasar dari budaya kerja di Jepang. Hokoku, Renraku, dan Sodan, inilah sebenarnya yang mendasari istilah HoRenSo. Lebih lengkapnya, simak penjelasan berikut ini:
1. Hokoku
Hokoku artinya melaporkan, yaitu saat mengerjakan pekerjaan harus selalu memberikan laporan progress pekerjaan kepada atasan. Tujuannya adalah untuk monitoring pekerjaan dan juga untuk mencegah kesalahan dan kecelakaan kerja. Semua hal harus dilaporkan baik itu progress atau masalah-masalah dalam pekerjaan. Hokoku diidentikkan dengan laporan dalam bentuk atau konteks yang formal.
2. Renraku
Arti dari Renraku adalah menginformasikan. Sekilas mirip dengan Hokoku hanya saja menginformasikan disini lebih kepada partner atau kolega. Situasinya pun tidak formal. Renraku sangat penting agar semua orang yang terlibat dalam sebuah pekerjaan mengetahui situasi terkini. Contohnya, pemberitahuan mengenai perubahan jadwal rapat.
3. Sodan
Sodan berarti berkonsultasi. Jika ada permasalahan di tempat kerja atau pada tim, maka baik untuk berkonsultasi tentang cara menghadapinya. Berkonsultasi bukanlah hal yang buruk malah dianggap sebagai sebuah inisiatif seseorang untuk mengembangkan diri. Sodan bertujuan agar semua orang yang ada dalam sebuah pekerjaan berada pada alur dan perspektif yang sama.
Tampaknya tidak semua negara bisa meniru budaya kerja di Jepang. Dan tampaknya pula, hanya orang Jepang yang mampu bekerja dengan pola seperti yang telah dijabarkan di atas. Akar budaya Jepang tentang kedisiplinan dan loyalitas yang sangat kuat membentuk kepribadian bangsanya. Jelas hal semacam ini tidak bisa asal ditiru tetapi tetap sangat menginspirasi untuk menjadi lebih baik.
Baca juga: Kerja Tanpa Lelah di Jepang, Mitos atau Fakta? Begini Aturan Pembagian Jam Kerja di Jepang!