Ada dua jenis kalimat yang harus dipahami saat mempelajari bahasa, yaitu kalimat langsung dan tidak langsung. Hal ini pun berlaku pada bahasa Jepang. Namun ada yang menarik dari tata bahasa Jepang, yakni dalam kalimat pasif bisa mengandung kalimat langsung dan tidak langsung.
Kalimat pasif bahasa Jepang tidak seperti bahasa lainnya. Keunikan kalimat pasif bahasa ini tidak adalah mengalami perubahan bentuk kata kerja, struktur kalimat, dan makna dalam waktu bersamaan. Secara konsep dasar, kalimat pasif adalah mengubah kata kerja aktif menjadi pasif. Tapi, selain itu juga harus diperhatikan peran subjek di dalamnya. Subjek tidak lagi menjadi fokus pembicaraan atau topik kalimat.
Daftar Isi
- Apa Itu Kalimat Langsung dan Tidak Langsung?
- Kalimat Langsung dan Tidak Langsung dalam Bahasa Jepang sebagai Bagian dari Kalimat Pasif
- Ciri-Ciri Kalimat Pasif dalam Bahasa Jepang
- Perbedaan Kalimat Pasif Bahasa Jepang dengan Bahasa Indonesia
Apa Itu Kalimat Langsung dan Tidak Langsung?
Untuk menjawab pertanyaan di atas sebenarnya mudah, yakni kalimat langsung adalah kalimat yang berisi kutipan langsung apa yang dikatakan seseorang. Sedangkan kalimat tidak langsung mengutarakan ulang ucapan seseorang tapi tidak persis seperti apa yang dikatakannya.
Secara penulisan, untuk membedakannya pun sangat mudah. Kalimat langsung biasanya diikuti dengan tanda petik (“ “). Di lain sisi, kalimat pasif tidak berbentuk kutipan, melainkan hanya merangkum perkataan seseorang dan tidak dituangkan sama persis setiap kata-katanya.
Tapi, tunggu dulu, apakah kalimat langsung dan tidak langsung bahasa Jepang sesederhana itu? Tentu saja tidak. Mungkin untuk kalimat langsung tak begitu kompleks, namun untuk kalimat tidak langsung konsepnya bukan kalimat pasif pada umumnya. Kalimat pasif bahasa Jepang dikenal juga dengan sebutan “ukemi” atau “judou(bun)”.
Di dalam kalimat ukemi atau joudou(bun) dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu kalimat pasif langsung (chokusetsu no ukemi) dan kalimat pasif tidak langsung (kansetsu no ukemi). Untuk lebih jelasnya, simak pembahasan selanjutnya di bawah ini.
Baca juga>> Belajar Mengenai Kata Sifat dalam Bahasa Jepang
Artikel Pilihan
Kalimat Langsung dan Tidak Langsung dalam Bahasa Jepang sebagai Bagian dari Kalimat Pasif
Kalimat pasif dalam bahasa Jepang memiliki fungsi khusus, yaitu:
-
Untuk menyatakan perasaan terganggu (meiwaku).
-
Saat pembicara tidak mau menyebutkan siapa pelakunya.
-
Si pembicara merasa lebih dekat dengan si korban dari pada si pelaku dalam suatu konteks.
-
Menyingkat subjek menjadi satu apabila subjek induk kalimat dan anak kalimat sama.
Kalimat pasif dibagi menjadi dua macam, yakni kalimat pasif langsung (chokusetsu no ukemi) dan kalimat pasif tidak langsung (kansetsu no ukemi). Kalimat yang disebut pasif langsung apabila subjek dalam kalimat menerima aksi langsung dari si pelaku, contohnya sakana wa neko ni taberareru (ikan dimakan oleh kucing). Sedangkan, kalau pelakunya bukan makhluk hidup, maka kalimat ini berfungsi untuk menjelaskan subjek, contohnya Kinkakuji wa Yoshimitsu ni yotte taterareta (kuil Kinkaku dibangun oleh Yoshimitsu).
Sedangkan kalimat pasif tidak langsung adalah pihak yang menerima perbuatan merasa kesal atau terganggu akibat si pelaku. Misalnya, watashi wa ame ni furareta (saya kehujanan), watashi wa ani ni tegami o yomareta (surat saya dibaca oleh kakak laki-laki saya), otouto wa hito ni nagurareta (adik laki-laki saya dipukul oleh seseorang), dan sebagainya.
Satu hal yang perlu diingat, kalimat pasif juga sering ditemukan sebagai ungkapan terima kasih atau kebahagiaan. Jika itu tujuannya, maka gunakan kata kerja bentuk “Te” dan “moraimasu” sebab bisa memberikan makna yang berbeda. Contohnya, watashi wa tomodachi ni pasokon o naoshite moraimashita (saya dibantu teman untuk memperbaiki komputer), tomodachi ni sakubun o yondemoratta (karangan saya dibaca oleh teman), dan lainnya.
Baca juga >> Contoh Kalimat Perintah Bahasa Jepang dan Penggunaannya
Ciri-Ciri Kalimat Pasif dalam Bahasa Jepang
Bagi pelajar pemula memang agak membingungkan untuk memahami kalimat pasif dalam bahasa Jepang. Oleh sebab itu, perlu berlatih yang rajin agar terbiasa dan tahu konteksnya kapan harus menggunakan kalimat pasif. Untuk lebih memudahkan, simak beberapa ciri kalimat pasif bahasa Jepang di bawah ini:
1. Subjek Merupakan Penderita
Saat seseorang menggunakan kalimat pasif, khususnya kalimat pasif tidak langsung, artinya ada unsur emosional yang tidak menyenangkan dirasakan. Bisa jadi ia merasa dirugikan sehingga cara tepat untuk mengekspresikannya adalah dengan menggunakan kalimat pasif. Perasaan kesal atau tidak nyaman ini bisa diakibatkan oleh perbuatan seseorang secara langsung atau hal lainnya, seperti watashi wa ame ni furareta (saya kehujanan).
2. Predikatnya Memiliki Akhiran Tertentu
Kalimat pasif tidak langsung bisa dibentuk dari kata kerja transitif dan intransitif. Perubahan bentuk ini membuat akhiran kata memiliki imbuhan tertentu. Adapun perubahannya tidak bisa disamakan semua verba, beberapa contohnya adalah:
-
Mushi ga watashi no kao sashita (serangga menggigit muka saya) menjadi watashi wa mushi ni kao o sasareta (muka saya digigit oleh serangga).
-
Basu de dareka ga watashi no ashi o fumi-mashita (seseorang menginjak kaki saya di dalam bus) menjadi watashi wa basu de dareka ni ashi o fuma-re-mashita (kaki saya diinjak seseorang di dalam bus).
3. Subjeknya Merupakan Subjek Personal
Kalimat pasif juga bisa digunakan untuk menjelaskan perasaan tidak nyaman yang dirasakan oleh orang terdekat. Cara seperti ini bisa lebih ampuh untuk menggambarkan kondisi sebenarnya karena dengan kalimat pasif menunjukkan seberapa personal antara si pembicara dengan subjek di dalamnya. Contoh kalimatnya adalah otouto wa hito ni nagurareta (adik laki-laki saya dipukul oleh seseorang).
Baca juga >> Kalimat Larangan dalam Bahasa Jepang
Perbedaan Kalimat Pasif Bahasa Jepang dengan Bahasa Indonesia
Kalau membandingkan kalimat pasif bahasa Jepang dengan bahasa Indonesia tentu saja berbeda. Pada kalimat pasif bahasa Indonesia, subjek berperan sebagai korban atau pihak yang menerima perbuatan tertentu dari pihak lain. Perbuatan ini tidak selamanya merugikan, bisa juga menguntungkan. Contohnya:
-
Anak perempuan itu dipukul oleh temannya.
-
Saya diberi hadiah oleh kakak laki-laki saya.
Melihat kedua contoh di atas semuanya disebut kalimat pasif dalam bahasa Indonesia, baik untuk sesuatu yang merugikan ataupun menyenangkan. Hal ini tidak sama dengan kalimat pasif bahasa Jepang. Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan kalau kalimat pasif dalam bahasa Jepang digunakan untuk mengekspresikan ketidaknyamanan, si pembicara tidak mau menyebutkan pelaku, atau bertujuan untuk menyingkat subjek yang sama dalam satu kalimat.
Perbedaan lainnya juga terlihat pada perubahan kata kerja. Kalimat pasif bahasa Indonesia mengubah imbuhan “me-“ menjadi “di-“, misalnya “memakan” jadi “dimakan”, “memberi” jadi “diberi”, dan sebagainya. Sedangkan dalam kalimat pasif bahasa Jepang tidak semua verba harus diubah menjadi bentuk pasif apabila ingin menjelaskan subjek yang mengalami ketidaknyamanan.
Itulah sebabnya mengapa pemula yang belajar bahasa Jepang sering bingung dalam membuat kalimat pasif bahasa Jepang. Ini juga terjadi bagi orang Jepang yang sedang mempelajari bahasa Indonesia. Secara konteks penggunaan kalimat pasif dan pemaknaan terkadang antara bahasa Jepang dan bahasa Indonesia berbeda. Dengan demikian sebuah pembicaraan tidak bisa begitu saja diubah bentuknya ke dalam kalimat pasif.
Mempelajari kalimat langsung dan tidak langsung dalam bentuk kalimat pasif bahasa Jepang memang tantangan tersendiri. Perlu berlatih yang sering supaya terbiasa dan tahu kapan menggunakannya secara tepat. Satu hal yang harus diingat bahwa tidak semua kalimat pasif bahasa Indonesia bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang begitupun sebaliknya karena bisa jadi menimbulkan makna yang berbeda.
Baca juga: Mengenal Konjugasi, Perubahan Kata Kerja dalam Bahasa Jepang