Koto, Alat Musik Petik Tradisional dari Jepang yang Mirip Kecapi

WeXpats
2021/04/19

Eksistensi kesenian Jepang menarik perhatian masyarakat dunia. Lebih dari itu, bahkan mampu melahirkan minat sekelompok orang. Warga Jepang melestarikan kebudayaan leluhurnya sehingga sejumlah instrumen musik tradisional masih ditemui hingga kini. Salah satunya koto, alat musik yang sampai sekarang tetap dijadikan pengiring acara festival, ritual sakral, atau momen tertentu.

Bagi orang Indonesia, koto tidaklah tampak asing sebab serupa seperti kecapi. Kalau untuk orang Tiongkok, koto mirip seperti zheng. Ukurannya sekitar 160 - 200 cm dan bahan pembuatnya adalah kayu. Di bagian atas permukaan tersusun senar sebanyak 13 dawai. Orang yang memetiknya menggunakan tsume pada jari kanan. Sedangkan jari kiri dipakai untuk mengatur nada seperti pada gitar.

Daftar Isi

  1. Alat Musik Koto di Masa Lalu
  2. Penggunaan Koto Masa Kini
  3. Wisata ke Fukuyama Sambil Belajar Main Koto
  4. Alat Musik Tradisional Jepang Lainnya
Apakah Anda memiliki kesulitan dalam mencari pekerjaan di Jepang?
Apakah Anda menemukan pekerjaan yang cocok dengan diri Anda? Tidak tahu bagaimana caranya mencari pekerjaan di Jepang Tidak bisa menemukan loker yang menerima WNA Ada kekhawatiran tentang bahasa Jepang
Jika Anda memiliki kesulitan dalam mencari kerja, WeXpats siap membantu Anda. Cari pekerjaan dengan WeXpats Jobs

Alat Musik Koto di Masa Lalu

Keberadaan koto tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Tiongkok dalam perkembangan musik Jepang. Sekitar abad ke-7 pada periode Heian, lahirlah musik dikenal gagaku. Musik ini banyak muncul di area istana sampai akhirnya populer ke masyarakat umum.

Dulu, Jepang tidak memiliki instrumen musik petik. Namun, seiring bertambahnya minat masyarakat terhadap musik, alat musik koto lahir sesuai dengan selera orang Jepang. Awalnya koto hanya dimainkan oleh orang-orang istana. Mereka memainkan koto untuk ceremony tamu kehormatan, ritual adat, atau acara spesial lainnya.

Lama kelamaan koto dipelajari masyarakat Jepang bahkan permainannya mengalami sejumlah kreasi. Di abad ke-17 koto semakin terkenal. Apalagi sejak seorang maestro pemain koto bernama Yatsuhashi Kengyo menciptakan karya-karya yang memukau. Selain itu, ia pun menyusun standar yang kini dijadikan pakem bermain koto. Misalnya, nada riang yo-onkai, nada datar hirajoshi, atau pun nada sendu in-ongkai.

Penggunaan Koto Masa Kini

Pada awal kemunculannya koto hadir sebagai alat musik tunggal. Tapi seiring dengan perjalanannya, pertunjukkan koto diiringi dengan instrumen lain. Selain itu, semakin sering dijadikan musik pengiring tarian dan pertemuan khusus yang modern.

Selain Yatsuhashi Kengyo, ada pula maestro koto lainnya yaitu Ikuta Kengyo. Ia mendirikan sekolah koto dan melakukan inovasi yang cukup berpengaruh. Gayanya menekankan performa instrumental penggabungan dengan shamisen.

Pada abad ke-18, muncul sekolah koto baru hasil gagasan dari Yamada Kengyo. Ia mengadaptasi gaya shamisen pada zaman Edo. Antara sekolah Ikuta dan Yamada memiliki ciri khasnya masing-masing, namun keduanya melahirkan gaya baru koto di Jepang.

Memasuki abad ke-20, koto terbilang alat musik tradisional Jepang tersukses. Artinya, eksistensi koto masih diakui, sering dimainkan di berbagai acara, dan ada generasi yang melanjutkan untuk mempelajarinya. Akulturasi dengan budaya barat menciptakan gaya baru lainnya. Tokoh yang terkenal pada zaman ini adalah Miyagi Michio.

Meskipun tercampur dengan kultur barat, koto tidak kehilangan jati dirinya. Wagakki Band adalah grup yang mempertemukan alat musik tradisional ini dengan drum, gitar, dan bass. Mereka merupakan contoh musisi yang memainkan koto dengan cara modern sehingga mewarnai genre-genre dunia musik internasional.

Wisata ke Fukuyama Sambil Belajar Main Koto

Kota Fukuyama di prefektur Hiroshima adalah tempat lahirnya koto. Kota ini dibentuk pada zaman Edo dan terkenal dengan pemandangannya yang indah serta destinasi wisata sejarah, seperti kastil Fukuyama dan kuil Myooin. Kalau berkunjung ke sini jangan lupa sekaligus mempelajari koto.

Para wisatawan yang ke sana berkenalan dengan koto sambil memakai kimono. Nama tempatnya adalah Fukuju Kaikan, yakni sebuah tempat di dekat kastil Fukuyama yang sering digunakan untuk kegiatan kebudayaan. Uniknya, gedung ini mengkombinasikan dua gaya, yaitu Jepang dan Eropa.

Pengelola Fukuju Kaikan membuka sebuah kelas belajar koto. Hanya saja kelas ini terbatas dan tidak ada di setiap jam. Kelas lainnya yang bisa jadi pilihan adalah pengenalan tarian tradisional Jepang, kesenian noh, tata cara tradisi minum teh Jepang, dan masih banyak lagi. Sambil mengenakan kimono, pengunjung bisa mengetahui berbagai macam kebudayaan Jepang dalam satu waktu.

Alat Musik Tradisional Jepang Lainnya

Seperti kebudayaan lainnya, alat musik tradisional Jepang diwariskan secara turun temurun. Dari generasi ke generasi, mereka mengajarkan berbagai alat musik sebab peran alat musik cukup esensial dalam berbagai ritual keagamaan. Selain lewat sekolah, bermain alat musik juga diajarkan secara otodidak di rumah. Beberapa alat musik tradisional yang masih dimainkan, antara lain:

1. Shamisen

Shamisen masuk ke Jepang kira-kira di abad ke-16. Orang Jepang menyebutnya juga dengan nama sangen artinya “tiga senar”. Sesuai dengan namanya, jumlah senar pada shamisen memang ada tiga senar. Alat musik ini terbuat dari kulit dan bentuknya persegi panjang.

Seseorang yang memainkan shamisen memetik dengan menggunakan bachi. Mereka duduk berlutut dan menempatkan shamisen pada lutut kanan. Dulu, orang-orang memainkan ini pada acara teater kabuki, bunraku, sankyoku, dan pentas rakyat lainnya. Kini, shamisen dimainkan dalam berbagai acara modern.

2. Taiko

Jika mendengar tabuhan yang bergelombang pada festival di Jepang maka bisa dipastikan bersumber dari taiko. Bentuknya menyerupai drum sehingga tentu saja cara memainkannya dengan ditabuh. Meskipun sudah ada sejak lama, taiko masih dipakai oleh orang-orang zaman sekarang.

Asal mulanya dari Tiongkok yang dibawa bersamaan dengan ajaran Budha ke Jepang. Bentuknya bermacam-macam, yakni pipih, lonjong, dan seperti bedug dengan permukaan yang besar. Selain pada pesta rakyat, taiko pun hadir dalam momen-momen sakral.

3. Biwa

Sekilas biwa ini mirip seperti shimasen. Cara memainkannya sama dan orang tersebut pun harus menggunakan bachi. Perbedaannya, biwa cenderung seperti gitar dengan ukuran kecil. Bagian ujung meruncing dan memiliki 4 dawai di atasnya. Uniknya, senar-senar tersebut menghasilkan nada yang berbeda dari gitar.

Biwa bisa dimainkan secara tunggal, tetapi seringnya dimanfaatkan sebagai musik pengiring. Ada tiga jenis biwa, yaitu gaku, chikuzen, dan satsuma. Variasi ini dibedakan dengan ukuran senar serta besar kecilnya jembatan antar senar tersebut.

4. Shakuhachi

Shakuhachi juga datang dari Tiongkok pada sekitar abad ke-8. Saat itu periode Edo baru saja dimulai dan banyak dipraktikkan di beberapa sekolah. Tujuan awalnya bukan untuk melatih keterampilan musik, melainkan meditasi meniup atau suizen. Alat musik ini bentuknya mirip suling sehingga baik untuk mengatur pernapasan.

Sama seperti biwa, shakuhachi adalah merupakan instrumen pengiring yang memiliki nada indah. Suara dari shakuhachi mampu menyempurnakan rangkaian melodi dari koto dan shamisen. Ada lima lubang pada sisinya. Empat diantaranya pada bagian atas, sedangkan satunya di bagian bawah. Pada perjalanannya, model shakuhachi mengalami perkembangan. Kini model yang terkenal adalah fukeshakuhachi yang muncul pada era Kamakura.

Ternyata musik Jepang mengalami perjalanan yang panjang dan penuh warna-warni. Tak hanya dari genre-nya saja, tetapi juga alat musiknya. Dulu, yang hanya digunakan di kalangan istana sudah bergeser ke acara-acara modern. Bahkan cara memainkannya pun dikombinasikan dengan budaya barat. Inilah yang membuat alat musik koto tetap eksis sampai sekarang. Koto beradaptasi dengan nadanya sendiri sambil memberi nuansa baru pada instrumen lainnya.

Baca juga: Kenalan dengan 10 Rekomendasi Film Komedi Jepang yang Lucunya Susah Bikin Berhenti Ketawa

Penulis

WeXpats
Di sini kami menyediakan artikel yang mencakup berbagai informasi yang berguna tentang kehidupan, pekerjaan, dan studi di Jepang hingga pesona dan kualitas Jepang yang menarik.

Sosial Media ソーシャルメディア

Kami berbagi berita terbaru tentang Jepang dalam 9bahasa.

  • English
  • 한국어
  • Tiếng Việt
  • မြန်မာဘာသာစကား
  • Bahasa Indonesia
  • 中文 (繁體)
  • Español
  • Português
  • ภาษาไทย
TOP/ Bekerja di Jepang/ Mengetahui budaya bekerja di jepang (peraturan, gaji, karir)/ Koto, Alat Musik Petik Tradisional dari Jepang yang Mirip Kecapi

Situs web kami menggunakan Cookies dengan tujuan meningkatkan aksesibilitas dan kualitas kami. Silakan klik "Setuju" jika Anda menyetujui penggunaan Cookie kami. Untuk melihat detail lebih lanjut tentang bagaimana perusahaan kami menggunakan Cookies, silakan lihat di sini.

Kebijakan Cookie