Budaya makanan Jepang, telah dimulai sejak dahulu kala didasari oleh rasa terima kasih atas berkah yang diberikan secara melimpah dengan adanya hasil bumi dari empat musim. Washoku, yang berarti makanan Jepang, kemudian menjadi warisan budaya yang masih bisa dinikmati hingga sekarang dan dikenal di seluruh penjuru dunia.
Tidak berbeda dengan halnya di Indonesia, kemanapun kamu pergi, kamu bisa dengan mudah menemukan restoran yang menjual makanan Jepang. Ya, pamor makanan Jepang telah menjadi sebesar itu. Washoku, atau masakan Jepang ini, telah diakui oleh UNESCO sebagai Intangible Cultural Heritage (Warisan Budaya Takbenda).
Asal-usul Washoku, Makanan Khas Jepang
Jepang adalah kepulauan kepulauan yang memanjang dari Utara ke Selatan dengan berbagai tempat seperti laut, sungai, gunung dan dataran. Ada banyak perbedaan dalam iklim setiap tahunnya dan iklim di masing-masing daerah. Maka dari itulah, Jepang dikelilingi oleh makanan laut musiman dan hasil makanan yang unik dari gunung dan daratan.
Sampai sekarang orang Jepang masih memasak hidangan yang menggunakan rasa alami dari bahan makanannya dan memiliki cara tersendiri untuk menikmati hidangan tersebut. Orang Jepang selalu berusaha untuk menggunakan hasil alam sebaik-baiknya hingga tidak ada bagian yang terbuang sia-sia. Bahkan untuk menghargai musim, alat makan dan hiasan ruangan juga disesuaikan hingga adanya perayaan-perayaan khusus. Sekarang, hidangan-hidangan Jepang juga memakai bahan makanan dari luar negeri yang rasa dan cara memasaknya telah disesuaikan dengan budaya makanan Jepang.
Artikel Pilihan
Ichiju-sansai, Budaya Makan Jepang
Bentuk dasar dari makanan Jepang adalah kombinasi nasi, sup lauk dan acar atau tsukemono. Kalau di Indonesia ada makanan 4 sehat 5 sempurna, makanan Jepang punya dengan ichiju-sansai. Disebut Ichiju Sansai (一 汁 三 菜), jika diartikan secara harfiah berarti satu sup tiga hidangan. Ichiju-sansai adalah dasar dari makanan Jepang. Fondasi masakan Jepang sejak zaman kuno adalah makanan yang terdiri dari satu jenis sup dan tiga hidangan lainnya (satu hidangan utama dan dua sisi). Sebenarnya, ichi berarti satu dan ju berarti sup, sedangkan san adalah tiga dan sai mengacu pada hidangan. Nasi dan acar selalu disajikan. Tetapi sup dan hidangan lainnya bebas untuk berubah tergantung pada musim dan apa yang ingin kamu makan.
Makanan khas Jepang terdiri dari empat unsur: nasi, sup, lauk, dan acar sayuran.
Gohan (ご 飯) - semangkuk nasi putih
Shiru (汁) - semangkuk sup, yang di dalamnya biasanya dimasukkan asyur dan tofu
Okazu (お か ず) - hidangan utama dan 2 lauk yang terdiri dari sayuran, tahu, ikan atau daging
Kouno mono (香 の 物) - sepiring kecil acar sayuran musiman
Format makanan ini dapat disajikan untuk sarapan, makan siang atau makan malam. Jika kamu menghabiskan malam di ryokan (penginapan ala Jepang), kamu mungkin akan menyaksikan penataan hidangan yang rumit hanya untuk sarapan. Atau mungkin kamu pernah makan hidangan yang serupa dalam bentuk teishoku (makanan yang disiapkan di atas nampan) di restoran-restoran yang menyediakan makanan khas Jepang.
-
Sejarah Ichiju-Sansai
Gaya ichiju-sansai berasal dari Honzen Ryori (本膳料理), sebuah sistem penyajian hidangan yang berkelas sebagai gaya jamuan kaum bangsawan atas dan kelas samurai selama periode Muromachi (1336–1573).
Piring-piring kecil dan rumit dengan jumlah banyak diatur dan dibawa ke para tamu di atas meja nampan kecil berkaki empat yang disebut "zen" (膳). Meja ini akan disajikan kepada para tamu dalam set tiga, lima, atau tujuh, dimulai dengan "zen" utama (Hon-zen 本 膳), "zen" kedua (Nino-zen 二 の 膳), "zen" ketiga (Sanno- zen 三 の 膳).
Gaya honzen ryori disederhanakan dari waktu ke waktu. Berawal dari hidangan mewah menjadi makanan sehari-hari. Aturan yang tersisa sampai hari ini adalah hidangan di "zen" (Hon-zen) utama, yang menyajikan nasi, sup, acar, dan tiga hidangan okazu atau lauk. Ini adalah awal dari Ichiju-sansai
Budaya Makan Jepang: Penggunaan Makanan Fermentasi
Makanan Jepang juga kaya akan penggunaan bahan-bahan makanan yang difermentasi. Coba sempatkan berkunjung ke restoran Jepang. Pasti makanan fermentasi seperti miso dan kecap asin merupakan bagian tak terpisahkan dari masakan Jepang. Bonito, natto, acar, dan bumbu tradisional Jepang lainnya juga merupakan makanan fermentasi yang digemari. Makanan yang difermentasi membantu menjaga sistem pencernaan manusia tetap dalam kondisi yang baik, membuat makanan lebih awet, dan juga meningkatkan nilai gizi makanan.
Dalam rasa makanan terdapat rasa manis, asam, asin dan pahit. Tapi selain rasa-rasa ini, ada juga yang disebut rasa umami. Dalam washoku, rasa umami benar-benar dipertahankan. Salah satu yang mengeluarkan rasa umami ini adalah dashi. Dashi yang paling umum digunakan adalah dashi dari katsuo (ikan bonito) dan konbu (ganggang rumput laut). Menggunakan dashi atau kaldu dengan rasa yang kuat, memberikan rasa yang dalam pula pada masakan tersebut dengan tetap menjaga kadar garam dalam takaran minimum.
Memanfaatkan Alam untuk Hasil Alam dalam Budaya Makan Jepang
-
Beras
Nasi selalu ada di makanan Jepang. Namun selain menjadi makanan pokok, nasi putih juga digunakan sebagai bahan untuk membuat manisan, koji, sake, cuka, dan mirin. Budidaya padi tidak hanya dilakukan untuk mendapatkan beras sebagai makanan, tetapi juga jerami padi. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, penggunaan bahan makanan digunakan semaksimal mungkin sehingga tidak ada satu bagian pun yang terbuang sia-sia. Sisa proses makanan bisa dimanfaatkan sebagai pupuk, dedak, dan lain-lain.
-
Cahaya Matahari
Salah satu cara untuk menyelamatkan dan menikmati makanan alam adalah dengan cara kanso atau dikeringkan. Ketika ikan dan sayuran dikeringkan menggunakan cahaya matahari, uap air dihilangkan dan bahan makanan dapat diawetkan lebih lama dari pada mentah. Tidak hanya itu, ketika dijemur di bawah sinar matahari dan tertiup angin, rasa bahan makanan menjadi lebih enak dan lebih bergizi. Orang-orang tua tahu bahwa mengeringkan sayuran, buah-buahan, produk laut, atau bahkan daging akan menghasilkan rasa baru.
Ada hal baik lainnya tentang pengeringan. Karena berat dan beratnya berkurang, lebih mudah untuk dibawa ke tempat yang jauh. Alasan kenapa konbu yang diambil di laut Utara yang jauh dapat mencapai Kanto, Kansai, dan Okinawa yang berjarak sangat jauh adalah karena konbu yang dikeringkan menjadi awet dan menjadi lebih ringan.
Event dan Makanan dalam Budaya Jepang
Dalam setiap acara musiman dan festival, ada hidangan-hidangan khusus yang disajikan dan berbeda setiap waktu. Misalnya, pada saat tahun baru, festival Hinamatsuri, atau hari anak, sebagai rasa syukur, masyarakat menghidangkan hidangan spesial yang sebagian digunakan sebagai persembahan kepada dewa atau disebut kumotsu.
Berikut adalah event yang ada di Jepang dan makanan khasnya:
Januari:
Tahun baru → Zouni, Osechi
Nanakusa → Bubur Nanakusa (bubur dengan 7 macam tanaman herbal)
Kagamibiraki → Oshiruko (bubur kacang merah dengan mochi)
Februari:
Setsubun → Fukumame (Kacang keberuntungan)
Maret:
Hinamatsuri → Sakura mochi, Chirashizushi,
Haru no Higan → Botamochi, Ohagi
Hanami → Bento, Dango
Mei:
Hari anak → Kashiwamochim bekomochi, sasamochi, chimaki
Juli:
Festival Tanabata → Soumen
Agustus:
Festival Obon → Soumen, Dango, Mochi
September:
Jugoya → Dango
Aki no Higan → Botamochi, Ohagi
Desember:
Oomisoka → Soba
Saat ini, orang-orang di seluruh dunia mungkin lebih akrab dengan hidangan seperti sushi dan steak daging sapi Kobe. Padahal washoku juga pengalaman kuliner yang sayang untuk dilewatkan bukan? Washoku, pada intinya, menyiapkan nasi dan lauk sederhana yang dibuat dengan berbagai bahan musiman. Beragam hidangan inilah yang memungkinkan makanan menjadi palet rasa dan warna yang selaras dengan alam dan estetika Jepang. Makanan yang dibuat dengan visual menyenangkan, sehat dan lezat!
Baca juga: Belajar Masakan Jepang yang Cocok Buat Si Simpel