Sebuah tahap dalam kehidupan manusia adalah pernikahan. Dalam hal ini, dua insan berlatar belakang keluarga yang berbeda akan dipersatukan melalui janji suci sehidup semati. Itulah mengapa prosesi menikah menjadi hal yang sakral dan semaksimal mungkin akan diupayakan oleh keluarga, mengikuti hukum adat dan juga negara.
Ragam pernikahan tradisional dari berbagai negara selalu menarik untuk diulas. Salah satunya adalah Jepang yang memiliki shinzenshiki, acara tradisional yang masih dilakukan oleh generasi penerus negara maju ini. Meskipun sangat tradisional, adat ini masih dilestarikan di Jepang. Meski demikian, banyak yang belum mengetahui tradisi ini.
Daftar Isi
- Mengenal Pernikahan Shinzen Shiki
- Proses Sebelum Shinzen Shiki
- Pakaian dan Aksesoris Pengantin
- Tahapan Pernikahan Shinzen Shiki
Mengenal Pernikahan Shinzen Shiki
Shinzen Shiki merupakan tradisi pernikahan yang dilaksanakan menggunakan tata cara agama Shinto. Sebagaimana diketahui, agama Shinto merupakan agama leluhur di Jepang, dan menjadi agama asli bangsa Jepang. Banyak ritual unik di dalam agama ini, termasuk pula shinzen shiki sebagai tata laksana menikah bagi pemeluknya.
Shinto sebenarnya berasal dari Bahasa China yang berarti jalan para dewa. Agama ini memiliki dewa dalam jumlah yang tak terbatas, bahkan terus bertambah. Penambahan jumlah dewa tersebut diyakini sebagai bentuk keagungan dewa yang memang tak mampu tersaingi. Para pemeluk agama ini beribadah di kuil khusus yang bernama Jinja.
Seperti halnya ketika melakukan ritual suci, penganut agama Shinto juga melangsungkan pernikahan di kuil-kuil. Shinzen Shiki yang memiliki arti harfiah ritual di hadapan Tuhan, memiliki makna pula bahwa sebuah pernikahan tak ubahnya peribadatan di depan dewa yang harus dilakukan di kuil.
Artikel Pilihan
Proses Sebelum Shinzen Shiki
Tak ubahnya tahapan menikah pada umumnya, ada proses-proses pendahuluan yang dilakukan baik oleh calon mempelai maupun keluarganya. Mulai dari pertemuan dua orang insan, keluarganya, hingga akhirnya menyandingkan para mempelai.
1. Pencarian Jodoh
Bukan hanya Indonesia yang mengenal istilah perjodohan. Di Jepang, dikenal istilah omiai yang menandakan sebuah upaya menemukan pasangan oleh pihak keluarga. Sementara pernikahannya dinamakan Miai Kekkon atau pernikahan berdasarkan perjodohan. Para orang tua di Jepang ternyata juga merasa resah ketika anak-anak mereka, khususnya yang perempuan, belum menikah pada usia tertentu.
Prosesnya sangat unik. Para orang tua akan menyarankan kepada anak-anak mengambil foto. Tak tanggung-tanggung, pengambilan foto untuk Miai ini sampai dilakukan di studio, dengan menggunakan pakaian terbaiknya seperti kimono atau pakaian adat lainnya. Foto diambil setengah badan atau seluruh badan.
Setelah itu, anak perempuan akan mengisi data pribadi. Semua hal tentang diri pribadi dan keluarganya juga harus tercantum di data tersebut. Data itu akan diserahkan kepada seorang perantara yang disebut Nakoudo. Jika dirasa ada pemuda yang cocok dengan kriteria yang diinginkan, maka sang perantara akan memperlihatkan foto pemuda kepada anak perempuan tadi.
Perjodohan atau waktu dimulainya Miai adalah ketika kedua muda-mudi tersebut memutuskan untuk ingin bertemu. Sejarah Miai ini pada zaman Edo, pemuda akan berkunjung ke rumah perempuan, atau bisa juga menggunakan rumah si Nakoudo. Si perempuan akan membawa manisan dan teh.
Selain itu, ada juga Ren’ai di mana pasangan yang akan menikah bertemu dengan sendirinya, tanpa melalui perantaraan pihak keluarga. Hal ini berarti, kedua calon pengantin sebelumnya bertemu sendiri dan juga mengambil keputusan sendiri untuk berkenalan hingga menikah.
2. Yuino
Istilah ini mirip dengan prosesi pertunangan yang dilakukan di dunia modern. Pada proses tersebut, akan dipilih tanggal baik untuk menikah. Sebelumnya, laki-laki akan datang ke rumah perempuan dengan membawa sake serta ikan. Perundingan tanggal menikah dilakukan antar dua mempelai dan keluarganya.
Dalam proses Yuino ini, ada pula aktivitas bertukar hadiah, yaitu uang dari laki-laki dan barang dari perempuan. Tradisi ini mulai jarang dilakukan, namun pihak keluarga tetap bertemu untuk beramah-tamah.
Pakaian dan Aksesoris Pengantin
Jika tanggal pernikahan sudah ditentukan, maka para pihak mulai bersiap melaksanakan ritual adat untuk menikahkan. Ada beberapa barang pelengkap untuk disiapkan keluarga, baik bagi pihak perempuan atau laki-laki, dan digunakan ketika ritual berlangsung.
1. Kimono
Persiapan pertama adalah pakaian pengantin. Di Jepang, kimono digunakan untuk melangsungkan acara-acara tradisional. Demikian halnya di shinzen shiki, dimana kedua mempelai menggunakan kimono sebagai pakaian pengantin. Laki-laki mengenakan kimono hitam, dan perempuan memakai warna putih.
2. Wataboushi
Bukan hanya mengenakan kimono, pengantin perempuan akan terlebih dahulu menyembunyikan wajah mereka. Cara yang dilakukan adalah dengan mengecat seluruh tubuh perempuan dengan warna putih. Selain itu, pengantin perempuan akan menggunakan wataboushi, yaitu semacam tudung untuk menutup wajah.
3. Hakoseko
Aksesoris pengantin perempuan yang pertama adalah hakoseko, yaitu tempat menyimpan alat rias dan diselipkan di dalam kimono. Hakoseko dapat berupa kantung atau dapat pula berupa kotak, biasanya berisi sisir, cermin kecil, dan lipstick. Kotak atau kantong ini akan diselipkan di sebelah kanan pakaian.
4. Kaiken
Merupakan pisau atau belati kecil, dibawa dan diselipkan di kimono perempuan. Pisau ini diselipkan di obi, menggunakan kantong berumbai. Kaiken adalah senjata untuk bunuh diri perempuan Jepang, jika tidak taat pada suaminya. Maka Kaiken merupakan tanda bakti istri yang akan selalu menghormati suami.
4. Suehiro
Pelengkap selanjutnya adalah Suehiro atau kipas lipat. Suehiro yang dipakai haruslah berwarna emas pada satu bagian, dan silver di bagian yang lain. Kipas lipat ini dapat dipegang atau diselipkan di sebelah Kaiken. Kipas perlambang harapan agar kebahagiaan kedua mempelai menyebar luas seperti kipas.
Tahapan Pernikahan Shinzen Shiki
Di hari-H, pengantin dan keluarganya berkumpul di kuil melaksanakan ritual yang direstui oleh pemuka agama Shinto. Semua prosesi akan dilakukan secara sakral layaknya peribadatan kepada Tuhan.
1. Memasuki Kuil
Ketika mempelai dan keluarga memasuki kuil, akan ada pemimpin yang disebut Shinshoku, dan juga Miko. Pendamping yang disebut Miko adalah gadis pelayan di kuil. Sebelumnya, kedua mempelai telah melakukan ritual mencuci tangan menggunakan air kuil, untuk menyucikan fisik serta pikiran.
2. Berdoa
Shinshoku akan memulai acara dengan membaca doa. Selain untuk meminta perlindungan serta keberkahan Tuhan atas pernikahan yang berlangsung, disini juga dimaksudkan agar ritual terhindar dari gangguan roh-roh jahat serta kejahatan lainnya. Pembacaan doa ini juga merupakan laporan kepada Tuhan dari Shinshoku atas ritual yang berlangsung.
3. Minum Sake
Para mempelai akan disuguhkan sake dalam 3 cawan yang berbeda ukuran, yaitu besar, sedang, dan kecil. San-san kudo, adalah ritual dimana pengantin akan minum sake tersebut, masing-masing melambangkan masa yang akan dilewati oleh pengantin. Ritual ini sekaligus melambangkan kontrak di antara kedua mempelai, sebagai tanda awal bahwa mereka telah siap berumah tangga.
4. Janji Setia
Proses berikutnya adalah pembacaan janji sebagai pasangan setia sehidup semati. Selanjutnya, para pasangan akan bertukar cincin, yang sekaligus mengukuhkan ikatan suami-istri di antara mereka yang sudah sah.
Uniknya tradisi Shinzen Shiki, menjadi ragam ritual pernikahan tradisional yang inspiratif. Meskipun Jepang tumbuh menjadi negara maju dan sangat modern, namun ternyata masih melestarikan tradisi mereka sedemikian detail untuk generasi penerusnya.
Baca juga: Mengulas Wabi Sabi, Desain Interior Khas Jepang yang Minimalis